EFEK RESTRIKSI KALORI JANGKA PENDEK TERHADAP EKSPRESI NUCLEAR FACTOR KAPPA BETA (NF-κβ) DALAM KAITANNYA DENGAN PROSES PENUAAN
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Proses penuaan adalah suatu perubahan
berangsur-angsur struktur organisme yang terjadi dengan berlalunya waktu, yang
bukan diakibatkan oleh penyakit, dan yang akhirnya sampai pada peningkatan
kemungkinan kematian karena individu itu bertambah tua (Dorland, 1996). Perkembangan Penduduk
Lanjut usia (lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun
jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun
dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta
orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan
penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar
67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di
Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (DEPSOS, 2007). Seiring dengan berjalannya proses penuaan maka akan terjadi
penurunan seluruh sistem tubuh misalnya sistem saraf, sistem perasa, sistem
imun, sistem endokrin, sistem gastrointestinal, sistem otot dan tulang, darah,
sistem urinari, dan yang terakhir adalah penurunan sistem kardiovaskuler
(Brookbank, 1990).
Penyakit kardiovaskuler merupakan
penyebab kematian nomor satu di dunia untuk saat ini. Pada tahun 2008
sedikitnya 17, 3 juta jiwa atau 30% kematian seluruh dunia disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler (WHO, 2011), diantaranya ± 7,25 juta jiwa disebabkan oleh
penyakit jantung koroner (PJK) dan ± 6,15 juta jiwa oleh stroke dan penyakit
serebrovaskuler yang lain(WHO, 2008). Penyakit jantung koroner dan penyakit
serebrovaskuler ini diantaranya disebabkan oleh adanya proses arterosklerosis
(Waller, 2010).
Pada saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan
respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai
sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (Hansson, 2005; Libby 2002;
Nilsson,2005). Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa penuaan berhubungan
dengan peradangan pembuluh darah yang mendorong terjadinya atherogenesis,
antara lain penuaan akan mendorong aktivasi endotel, meningkatkan ekspresi dari
molekul adhesi sehingga mempermudah perlekatan leukosit ke sel endotel
(Ungvari, 2007; Zou et al, 2006).
Aktivasi endotel, salah satunya
dipicu oleh Oxidized LDL (Ox-LDL) yang akan meningkatkan ROS
(Reactive Oxigen Species) dan
mengaktifkan
faktor transkripsi Nuclear Factor Kappa Beta (NF-κβ ). NF-κβ yang
teraktifasi akan menginduksi terbentuknya protein-protein sistim imun
dan molekul zat perantara yang pada akhirnya meningkatkan progresifitas
aterosklerosis atau memicu ruptur dari plak aterosklerosis dan mengakibatkan
infark miokard akut, stroke dan lain-lain (Ungvari, 2007; Winter et al, 2005).
Restriksi kalori adalah pengurangan asupan energi tanpa
kekurangan gizi / malnutrisi, yang dapat menghambat proses penuaan serta
meningkatkan fungsi fisiologis pada beberapa spesies (Masoro, 2005)
Protokol restriksi kalori biasanya
dilakukan dengan mengurangi asupan energi sebesar 40 % dari diet ad libitum dari kontrol setidaknya
selama 12 bulan (Holloszy et al, 2007). Protokol restriksi kalori jangka
panjang ini telah terbukti mengurangi faktor resiko penyakit kardiovaskuler
(Holloszy et al, 2007; Abatomeu, 2007; Colman et al, 2009) Menariknya penelitian-penelitian terkini yang
menggunakan protokol restriksi kalori jangka pendek dengan restriksi asupan energi 10% pada 2-3 minggu pertama
dilanjutkan dengan restriksi asupan energi sebesar 35 – 40% pada 2-3 minggu berikutnya menunjukkan hasil
yang hampir sama dengan restriksi kalori jangka panjang (Ken et al, 2007;
Venom, 2010).
Penelitian tentang efek restriksi kalori jangka pendek
terhadap anti proinflamasi pada tikus yang tua masih sangat sedikit yang
melakukannya (Jung et al, 2009), namun sampai saat ini belum ada protokol
restriksi kalori jangka pendek yang baku. Pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah restriksi kalori jangka pendek dapat menghambat aktifitas NF-κβ yang merupakan faktor transkripsi yang meregulasi sintesa
sitokin-sitokin pro inflamasi, pro koagulasi dalam proses aterosklerosis pada
tikus yang mengalami penuaan.
1.2 Rumusan
Masalah
Bagaimanakah efek restriksi
kalori jangka pendek terhadap
ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan pada tikus ?
1.3 Tujuan
Penelitian
Untuk mengetahui efek restriksi
kalori jangka pendek terhadap
ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan pada tikus.
1.4 Manfaat
Penelitian
·
Menjelaskan patogenesis peningkatan NF-κβ
dalam proses arterosklerosis pada penuaan.
·
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan
penelitian pada manusia tentang restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan
·
Diharapkan dapat digunakan
sebagai referensi dalam pengembangan nonfarmakologi terapi untuk arterosklerosis pada proses penuaan dengan mengetahui efek
restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi. NF-κβ.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Definisi
Proses penuaan adalah suatu perubahan berangsur-angsur
struktur organisme yang terjadi dengan berlalunya waktu, yang bukan diakibatkan
oleh penyakit dan yang akhirnya sampai pada peningkatan kemungkinan kematian
karena individu itu bertambah tua (
Dorland, 1996). Definisi lain mengatakan bahwa proses
penuaan merupakan suatu proses yang menuju kepada meningkatnya kemungkinan
kematian karena kegagalan sistem organ termasuk sistem imun yang melindungi
tubuh terhadap proses infeksi (Abrams, 1995).
2.1.2 Teori Proses Penuaan
Penuaan
adalah suatu proses yang sangat kompleks. Hingga saat ini, masih belum ada
teori tunggal yang dapat menjelaskan bagaimana proses penuaan itu terjadi.
Teori mengenai penuaan yang ada sekarang adalah kombinasi dari beberapa teori
yang telah dikembangkan.
2.1.2.1 Teori Berdasarkan Kejadian Acak (Random Events)
Teori
ini memandang penuaan sebagai hasil perkembangan atau akumulasi dari efek yang
merugikan dari kejadian-kejadian yang terjadi selama kehidupan.
Kejadian-kejadian ini hampir semuanya berasal dari pengaruh luar atau
lingkungan (Abrams, 1995).
a.
Teori Cross Linking
Teori Cross-Linking tentang penuaan dikembangkan berdasarkan
konsep bahwa seiring dengan bertambahnya usia, di dalam protein, DNA, dan
struktur molekular lainnya dalam tubuh kita terbentuk ikatan-ikatan yang tidak
beraturan, saling silang (cross-link)
satu dengan lainnya. Ikatan yang tidak diperlukan ini kemudian mengurangi
mobilitas dan elastisitas dari protein atau molekul tersebut. Protein yang
rusak normalnya akan dihancurkan oleh enzim protease. Tetapi, keberadaan ikatan
yang tidak beraturan tersebut menghambat aktivitas enzim protease, sehingga
protein yang telah rusak tidak dapat dihancurkan, dan tertimbun dan pada
akhirnya dapat menimbulkan masalah atau kerusakan lebih lanjut (Abrams, 1995).
b.
Teori Wear and Tear
Dalam
teori ini disebutkan bahwa kerusakan menahun (ringan atau berat) yang terjadi
pada sel, jaringan, organ akhirnya akan membuat struktur tersebut rusak dan
akhirnya mati. DNA, yang merupakan komponen genetik dari tubuh perlahan mengalami kerusakan karena secara
terus menerus terpapar oleh bahan-bahan toksik, radiasi, dan sinar ultraviolet.
Tubuh mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kerusakan itu, tetapi tidak semua
kerusakan bisa diperbaiki secara sempurna. Dengan demikian, kerusakan yang
tidak pulih kembali seperti semula akan terakumulasi secara progresif (Abrams, 1995).
c.
Teori Radikal Bebas (Free
Radical)
Radikal
bebas (free radical) adalah salah
satu produk metabolisme sel yang bersifat toksik. Substansi yang terdapat di
dalam sel (antioksidan) menetralisir sifat toksik dari radikal bebas. Tetapi
proses tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar. Kadangkala ada yang
lolos, dan kemudian tertimbun dan akhirnya bisa menyebabkan kerusakan DNA,
protein, dan mitokondria. Kerusakan ini (disebut kerusakan oksidatif) kemudian
terakumulasi seiring dengan bertambahnya usia (Fukagawa, 1999).
d.
Teori Rate of Living
Teori
Rate of Living tentang penuaan
berhubungan dengan kepercayaan kuno bahwa
sebagai makhluk hidup manusia memiliki “substansi vital” tertentu yang
jumlahnya terbatas, dan saat substansi tersebut mulai dikonsumsi sampai
akhirnya habis, maka manusia akan menua dan akhirnya mati (Abrams, 1995).
e.
Teori Somatic
Mutasi
yang terjadi pada sel tubuh lain selain sel gonad tidak akan diturunkan atau
diwariskan, tetapi hanya akan mempengaruhi individu itu saja. Mutasi pada
sebagian besar dari sel-sel tubuh (sel somatik) akan dikoreksi dan dieliminasi,
tapi sebagian lagi tidak. Kelainan yang tidak tereliminasi ini kemudian akan
terakumulasi, pada akhirnya akan menyebabkan malfungsi dan kematian sel (Greenberg, 2000).
2.1.2.2 Teori Berdasarkan Kejadian Terencana (Programmed Events)
Beberapa peneliti berpendapat bahwa teori kejadian acak
tidak cukup jelas untuk menjelaskan semua proses penuaan. Teori kejadian
terencana mengemukakan bahwa penuaan disebabkan oleh gen atau penurunan fungsi
dari berbagai macam sistem organ yang dapat diprediksi.
a.
Teori Pacemaker
Teori
Pacemaker menjelaskan proses penuaan berdasarkan ide dari Biological
Clocks atau jam biologis, di mana sistem atau proses diatur pada saat
kelahiran kemudian berjalan dalam jangka waktu tertentu dan akhirnya melambat
dan berhenti yang membawa pada penuaan dan kematian. Dua sistem dalam tubuh
yang dianggap sebagai sebagai jam atau pacemaker adalah sistem
neuroendokrin dan sistem imun (Fabris, 1992).
b.
Teori Genetika
Pengikut
dari teori genetika percaya bahwa jangka waktu hidup ditentukan oleh gen yang
kita warisi. Penuaan dilihat mulai dari kelahiran, pada saat konsepsi, atau
bahkan pada saat fertilisasi dari sel telur. Gen yang membantu memperpanjang
usia biasanya disebut longevity assurance gene (Barzilai, 1999).
Faktor lainnya dari
sisi genetika yang mempengaruhi penuaan adalah mitokondria, pusat penghasil
energi dari sel. Mutasi gen mitokondria dapat menghasilkan ketidakmampuan untuk
menghasilkan energi.
2.1.3 Patofisiologi dan Gambaran Klinis
2.1.3.1 Patofisiologi
pada Tingkat Seluler secara Umum
Berbicara mengenai penuaan pada tingkat sel, harus dibicarakan pula
proses-proses yang terjadi pada tingkat yang paling dasar dari molekul, sel,
dan jaringan. Teori seluler dari penuaan berpendapat bahwa segala proses yang
terjadi pada sel-sel adalah penyebab paling utama dari penuaan (Brookbank, 1990).
Teori seluler mengenai penuaan bisa bersifat genetik dan non genetik. Teori
yang bersifat genetik berhubungan dengan penentuan masa hidup oleh program
genetik dan sintesis protein yang dikode oleh DNA. Penuaan mungkin saja akibat
dari perubahan atau pembatasan dari program genetik, berasal dari kerusakan
atau hilangnya DNA, dari kesalahan atau gagalnya transkripsi DNA untuk
membentuk RNA messenger. Dan juga dari kesalahan translasi menjadi protein,
sedangkan teori non genetik lebih fokus pada perubahan protein-protein seluler
dengan bertambahnya waktu sejak protein tersebut terbentuk. Perubahan yang
mungkin disebabkan karena faktor lingkungan atau faktor ekstrinsik (Brookbank, 1990).
Ada salah satu teori lain yang mengatakan bahwa kerusakan pada mitokondria
sebagai pusat penghasil tenaga dari sel dapat menyebabkan terjadinya proses
penuaan. Atau dengan kata lain merupakan bagian dari sel yang menyebabkan
penuaan. Peranan mitokondria dalam penuaan (Brookbank, 1990):
a.
Kerusakan Oksidatif atau Oxidative
Damage
b.
Kerusakan pada DNA
Mitokondria
DNA
mitokondria tidak dilindungi sebaik DNA inti, yang dilindungi oleh protein. DNA
mitokondria yang telanjang menjadi sasaran yang mudah bagi reactive oxygen
species.
c.
Kerusakan pada Metabolisme
Mitokondria
Semakin
menuanya tubuh, penyerapan nutrisi semakin tidak efisien, dan hal ini dapat
mempengaruhi keefisienan fungsi mitokondria.
2.1.3.2 Patofisiologi dan Gambaran Klinis pada Berbagai Sistem
Organ
a.
Sistem
Saraf
Perubahan di sistem saraf
seiring dengan bertambahnya umur bermacam-macam. Terjadi atrofi dan penurunan
berat terutama korteks dari otak, medula spinalis dan batang otak
menunjukkan perubahan pada sintesis neurotransmitter. Dari pengamatan yang
dilakukan pada neuron otak dan medulla spinalis dari mamalia yang mengalami
penuaan, tampak bahwa berkas-berkas dendrit dari neuron mulai menghilang (Brookbank, 1990).
b.
Sistem
Penginderaan
Pada sistem perasa taste bud atau papilla pengecap menurun fungsinya.
Sekresi air liur menjadi lebih tebal karena peningkatan konsentrasi mucus, yang
ikut menyumbang pada kekurang pekaan sensitivitas perasa. Semua kelenjar air
liur menurun sekresinya, menyebabkan kekeringan pada mulut. Selain itu terjadi
penurunan sensitivitas pembau dengan semakin bertambahnya usia, Terjadi
peningkatan pengeluaran air mata, astigmatisme, kehilangan kemampuan mendengar,
pada sistem vestibular terjadi degenerasi (Brookbank, 1990).
c.
Sistem
Endokrin
Sesuai dengan bertambahnya umur akan terjadi penurunan sensitivitas
insulin yang berhubungan dengan peningkatan jumlah insulin dalam darah. Hal ini
disebut sebagai resistensi insulin (Brookbank, 1990).
Perubahan yang terjadi seiring dengan penuaan juga
termasuk penambahan lemak subcutaneous terutama pada daerah perut. Lemak
visceral atau yang disebut juga sebagai obesitas abdominal tahan terhadap efek
antilipolisis insulin dan sebagai konsekuensinya menyebabkan pelepasan asam
lemak bebas yang berlebih. Berlebihnya asam lemak bebas menyebabkan terjadinya
resistensi insulin di hati dan otot. Hal ini mengakibatkan juga resistensi
insulin pada sel-sel lemak.Sel lemak yang terlalu penuh tidak akan mampu lagi menyimpan lemak.
Akhirnya lemak kemudian disimpan di hati, otot, dan sel β pankreas, yang
menimbulkan resistensi insulin pada organ-organ ini. Kadar FFA yang tinggi dan
akumulasi lemak viseral disebut lipotoksisitas (Bays et al, 2004).
Pada keadaan resistensi insulin
terjadi peningkatan sekresi insulin untuk mengimbangi resistensi yang terjadi,
sehingga akan didapatkan hiperinsulinemia (Weir et al, 1994)
Agar dapat menghasilkan sekresi insulin yang lebih banyak maka sel β
berproliferasi (hiperplasia). Apabila keadaan ini berlangsung terus tanpa
diobati, maka suatu saat sel β tidak akan mampu lagi memenuhi tuntutan untuk
menghasilkan ekstra insulin, dan akhirnya jumlahnya menjadi berkurang. Konsep
ini dikenal sebagai The concept of β cell exhaustion. Berkurangnya jumlah sel
β diikuti oleh menurunnya produksi insulin. Pada tahap ini, individu sudah
sampai pada fase diabetes (Weir et
al, 1994).
d.
Sistem
Gastrointestinal
Proses
penuaan dapat menyebabkan gastritis kronik yang dihubungkan dengan atrofi
mukosa gaster. Liver akan mengalami
penurunan berat yang cukup signifikan antara usia 60 – 90 tahun yang disertai
pula oleh gangguan fungsinya. Fungsi usus besar akan sangat berkurang karena
menurunnya fungsi motorik dan tonus otot polos. Hal
ini menyebabkan munculnya konstipasi yang terus menerus (Brookbank, 1990).
e.
Sistem
Tulang, Otot, dan Kulit
Tulang akan terus menerus mengalami deposisi oleh osteoblast dan diresorbsi
oleh osteoclast. Seiring bertambahnya usia, akan terjadi porositas atau
kekeroposan pada elemen-elemen dasar tulang yang kita kenal dengan nama Sistem
Havers. Hal ini disebabkan oleh karena ketidakseimbangan sistem osteoblast dan
osteoclast di mana osteoblast menjadi tidak efektif sehingga osteoclast menjadi
relatif dominan. Elemen ini akan menjadi lebih spongious atau berongga.
Peristiwa ini akan terjadi lebih sering pada wanita. Pengeroposan tulang yang
terjadi terus menerus akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut sebagai
osteoporosis, dimana tulang akan menjadi sangat rapuh dan mudah patah (Brookbank, 1990).
Secara umum otot skelet akan mengalami pengurangan massa
secara bertahap pada proses penuaan. Atrofi otot skelet terjadi terutama pada
bagian tengah-bawah tubuh daripada bagian atas-tengah tubuh (Brookbank, 1990).
f.
Sistem
Kardiovaskuler
Studi
longitudinal menunjukkan bahwa massa otot jantung dan jaringan ikat meningkat.
Pada individu dengan hipertensi mungkin terjadi hipertrofi ventrikel kiri.
Volume atrium kanan dan kiri dapat meningkat pada orang berusia lanjut dengan
penyakit jantung (Brookbank, 1990).
Perubahan
utama yang terjadi pada arteri adalah bertambahnya lapisan tunika intima yang
disebabkan akumulasi sel otot polos yang bermigrasi dari lapisan intima.
Kandungan lipid pada dinding arteri juga dapat bertambah seiring bertambahnya
usia menyebabkan terbentuknya plak dan menginisiasi proses aterosklerosis.
Arteriolosklerosis, penyempitan arteriol karena proliferasi tunika intima dan
migrasi otot polos dari media ke intima dan penumpukan plak, harus dibedakan
dari aterosklerosis (Brookbank, 1990).
g.
Sistem
Urinari
Volume dan berat ginjal akan berkurang. Jumlah glomerulus yang tertutup
jaringan parut akan semakin meningkat, tubulus-tubulus ginjal akan mengalami
atrofi dan digantikan dengan jaringan parut. Laju
filtrasi ginjal akan berkurang (Brookbank,
1990).
h.
Sistem
Imunologi
Involusi atau berkurangnya ukuran kelenjar thymus pada orang dewasa dan
penurunan fungsi sel T akan terjadi seiring bertambahnya usia, hal ini dapat
menyebabkan penurunan imunitas tubuh secara signifikan. Imunitas humoral juga
akan mengalami gangguan pada usia tua (Brookbank, 1990).
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Menjadi
tua merupakan suatu proses fisiologis yang harus dilewati setiap orang.
Meskipun demikian, bukan berarti proses penuaan ini tidak dapat dihambat oleh
seseorang. Proses penuaan ini dapat dihambat dengan memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses penuaan. Faktor-faktor yang dimaksud merupakan faktor
yang dapat bersifat menghambat dan mendukung terjadinya proses penuaan yaitu,
diet, olahraga, merokok, alkohol, penyalahgunaan obat dan polifarmasi, serta
penyakit. Dan apabila seseorang memperhatikan faktor-faktor tersebut maka
proses penuaan dapat dihambat sedini mungkin.
2.1.4.1 Diet
Nutrisi
memiliki pengaruh penting pada kesehatan usia lanjut. Faktor nutrisi ini mulai
dari keadaan gizi ibu, program metabolik janin (fetal metabolic programming), gizi anak, remaja sampai diet pada
usia lanjut semua mempengaruhi kesehatan usia lanjut. Pada dasarnya kebutuhan nutrisi
bagi orang muda dan orangtua adalah sama, tetapi dengan catatan pada orangtua
dibutuhkan lebih sedikit kalori per harinya. Hal ini berhubungan dengan
kecenderungan peningkatan jumlah lemak dan penurunan kemampuan otot tubuh (Brookbank, 1990).
Untuk
menjamin kesehatan di usia lanjut dianjurkan untuk mengkonsumsi nutrisi yang
adekuat seperti vitamin, mineral, dan 3 asam lemak. Keadaan ini dapat dicapai
dengan mengkonsumsi buah, sayuran, dan karbohidrat kompleks, mengurangi
penggunaan garam dan lemak jenuh. Selain itu, pada usia lanjut juga sebaiknya
lebih mengurangi konsumsi diet protein tinggi. Karena dengan protein tinggi
dapat mengganggu fungsi ginjal dalam membuang sampah nitrogen yang pada
akhirnya dapat menurunkan fungsi ginjal (Brookbank, 1990).
Pola
makan di usia lanjut memang harus senantiasa dikontrol. Pengontrolan pola makan
yang teratur dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk menghindari
penyakit-penyakit kronik yang sering menyertai dan timbul pada usia-usia
lanjut, seperti obesitas, hipertensi, penyakit jantung, diabetes,
hiperkolesterol, penyakit pernapasan dan penyakit-penyakit sendi. Apabila tidak
dicegah sejak dini maka penyakit-penyakit kronik tersebut akan mengurangi usia
harapan hidup dan akan menghambat program peningkatan usia harapan hidup yang
sedang dikembangkan saat ini (Brookbank, 1990).
2.1.4.2 Olahraga
Berolahraga
pada orang yang pekerjaannya banyak dilakukan sambil duduk (tanpa aktivitas
berat) akan meningkatkan usia harapan hidup.
Namun apabila berolahraga berlebihan justru tidak dapat memperpanjang
usia harapan hidup. Hal ini terkait dengan meningkatnya jumlah oxidative stress pada tubuh yang
disebabkan oleh pembentukan radikal bebas yang berlebih akibat otot membutuhkan
ATP lebih banyak
(Schneider et al, 2003).
2.1.4.3 Penyakit
Semua manusia pada dasarnya akan
tumbuh menjadi tua dan mati, meskipun teknologi kedokteran terus maju dan
diperbaharui. Usia lanjut seringkali disertai dengan berbagai penyakit seperti
penyakit jantung koroner, arthritis, osteoporosis, fraktur, kelainan
neurodegeneratif, depresi, kanker, penurunan visus dan pendengaran (Brookbank, 1990).
Proses menua dan penyakit adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
fenomena intrinsik, dengan faktor lingkungan berperan sebagai faktor pendukung.
Yang dimaksudkan dengan penyakit disini dapat berupa infeksi, perubahan dari
fungsi organ, pertumbuhan sel-sel ganas atau terkontaminasi oleh bahan-bahan
beracun (alkohol, tembakau) (Brookbank,
1990).
2.1.4.4 Alkohol dan Obat-Obatan
Alkohol memiliki efek yang lebih buruk bila dikonsumsi oleh orangtua
dibandingkan dengan bila dikonsumsi orang muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan dari fungsi tubuh yaitu dalam mengabsorbsi dan mendistribusi alkohol (Brookbank, 1990).
Jenis obat-obatan yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok manula adalah
golongan barbiturat, laksatif, codein (penghilang nyeri dan pereda batuk), dan
kelompok aspirin. Penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh kelompok ini
dikarenakan oleh penanganan sendiri oleh mereka terhadap penyakitnya tanpa
persetujuan dari pihak medis atau mereka meminta resep kepada pihak medis dalam
jumlah yang seharusnya tidak boleh diberikan
(Brookbank, 1990).
2.1.4.5 Rokok
Merokok
memiliki efek jangka panjang yang buruk terhadap kesehatan. Efek buruk tersebut
disebabkan oleh karena dalam sebatang rokok terkandung bahan-bahan berbahaya
bagi tubuh kita seperti nikotin, tar, dan bahan-bahan lain yang mampu
mengiritasi trakhea dan paru-paru. Selain itu merokok juga memperbesar faktor
risiko terhadap empat penyakit, yaitu penyakit jantung, stroke, kanker, dan pneumonia. Di mana keempat penyakit tersebut merupakan
penyebab kematian tertinggi pada orangtua (Brookbank, 1990).
2.2
Aterosklerosis
Aterosklerosis
merupakan penebalan dan pengerasan arteri akibat terbentuknya plak yang
tersusun dari sekumpulan lipoprotein, matriks ekstrasel seperti kolagen,
proteoglikan dan glikosaminoglikan, kalsium, sel-sel otot polos, pembuluh darah
baru. sel-sel radang terutama makrofag, limfosit T, mastosit dan sel dendritik (Vuster, 2007; Falk, 2008) Aterosklerosis dapat terjadi pada
seluruh arteri, sehingga manifestasi klinis yang muncul tergantung pada sistem
organ yang terkena. Pada sistem saraf
pusat menimbulkan stroke, pada sirkulasi perifer menyababkan klaudikasio
intermiten, pada sirkulasi splanknik menimbulkan iskemia mesenterika dan pada
arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) yang menimbulkan
infark miokard dan angina pectoris (Libby, 2008).
Pada saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan
respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai
sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (WDF, 2010; Albertini et al
2008). Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa penuaan berhubungan dengan
peradangan pembuluh darah yang mendorong
terjadinya atherogenesis,
antara lain penuaan akan mendorong aktivasi endotel, meningkatkan ekspresi dari
molekul adhesi sehingga mempermudah perlekatan leukosit ke sel endotel (Song et
al, 2007; Tong, 2010).
Arteri
normal merupakan bentukan menyerupai tabung dengan bagian dalam yang tersusun
dari lapisan endotel yang befungsi sebagai komponen antitrombotik dengan cara
menghalangi makrofag yang beredar didalam aliran darah memasuki dinding
pembuluh darah. Selain itu lapisan endotel juga merupakan organ autokrin dan
parakrin yang mensintesa zat-zat anti peradangan, menjalankan fungsi mitogenik,
kontraktil dan proses hemostasis. Nitric
oxide (NO) merupakan salah satu zat yang bertanggungjawab dalam proses
aterosklerosis. Disfungi endotel merupakan titik awal terjadinya
aterosklerosis.40
Disfungsi endotel, yang lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai aktivasi endotel
merupakan proses yang merupakan serentetan kejadian proses properadangan,
proliferasi dan prokoagulasi, ditandai
dengan turunnya sintesa NO, sehingga menyebabkan lipoprotein dan monosit lebih
mudah menembus dinding pembuluh darah yang kemudian akan mengalami oksidasi dan
akumulasi di intima, proliferasi sel otot polos pembuluh darah, penimbunan
matriks ekstraseluler dan konstriksi pembuluh darah (Vuster, 2007).
Hiperkolesterolemia
memicu terjadinya akumulasi lipoprotein berdensitas rendah atau Low Density Lipoprotein (LDL) pada
lapisan intima pembuluh darah. Partikel lipoprotein ini biasanya bergabung
dengan matriks ekstraseluler pembuluh darah, terutama proteoglikan. Keluarnya
lipoprotein ini dari aliran darah mengakibatkan lipoprotein terpisah dari zat-zat
antiioksidan di dalam plasma, sehingga mempermudah terjadinya proses modifikasi
oksidatif. Lipoprotein yang teroksidasi ini dapat memicu terjadinya respon
peradangan lokal sebagai akibat dari masuknya lipoprotein ke dalam dinding
pembuluh darah, NF-kB dan Chemothactic
Adhesion Molecule (CAM) akan teraktivasi sehingga aktivasi kedua zat ini
akan mempermudah perlekatan pada reseptor adesi dan penembusan makrofag dan
limfosit ke dinding pembuluh darah. Akumulasi lekosit ini merupakan
karakteristik awal terbentuknya lesi aterosklerosis pada pembuluh darah. Jadi,
proses peradangan sudah terlibat dalam proses pembentukan aterosklerosis sejak
awal. Setelah menembus endotel makrofag dan limfosit akan bergerak menuju
lapisan intima pembuluh darah. Pergerakan ini diduga tergantung pada adanya
faktor-faktor chemoattractant
meliputi partikel lipoprotein yang terksidasi dan sitokin sel peradangan
misalnya interleukin -1 (IL-1) dan tumor
necrosing factor (TNF-), chemokine
macrophage chemoattractant protein-1 yang diproduksi oleh sel-sel dinding
pembuluh darah sebagai respon terhadap adanya lipoprotein yang teroksidasi.
Terdapat beberapa faktor peradangan yang terlibat dalam proses pembentukan
ateroskleosis, seperti CRP, fibrinogen, IL-1b, IL-6 dan TNF-α. Sedangkan
ekspresi E-Selectin dan VCAM-1 merupakan petanda awal terjadinya disfungsi
endotel (Vuster, 2007; Libby, 2008).
Lekosit-lekosit
ini dapat membelah diri dan memperbesar respon peradangan yang terjadi.
Makrofag yang terdapat pada lesi ini kemudian akan memakan lemak yang terdapat
pada lipoprotein sehingga sitoplasmanya berisi butir-butir lemak. Bentukan ini
disebut dengan sel busa. Proses ini kemudian akan diikuti dengan migrasi
sel-sel otot polos dari tunika media pembuluh darah menuju tunika intima dan
berakumulasi disana, sehingga memperbesar lesi yang terbentuk (Libby, 2008).
Gambar 2.2.1 Proses Pembentukan Aterosklerosis (Cefalu, 2006)
Saat
ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon peradangan kronis terhadap
kerusakan pembuluh darah akibat berbagai sebab yang mengaktivasi atau merusak
endotel. Hal ini didasarkan pada hasil dari beberapa penelitian pada berbagai
populasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar berbagai petanda
peradangan, terutama C-reactive Protein (CRP).
Risiko untuk mengalami kejadian klinis lebih tinggi pada pasien dengan
peningkatan kadar CRP dan petanda peradangan yang lain misalnya ICAM-1, VCAM-1,
E-selectin dan IL-6. Hasil dari berbagai penelitian ini kemudian menimbulkan
dua pemikiran, yang pertama adalah bahwa aterosklerosis terjadi sebagai akibat
dari adanya peradangan kronis dan yang kedua adalah sebaliknya, bahwa
peradangan muncul akibat adanya aterosklerosis (Rudd et
al, 2007).
2.3 NF-κB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of
activated B cells)
NF-kB (nuclear factor
kappa-light-chain-enhancer of activated B cells) adalah kompleks protein yang mengontrol transkripsi DNA. NF-kBditemukan di hampir semua jenis sel hewan dan terlibat dalam respon seluler terhadap rangsangan seperti stres, sitokin, radikal bebas, radias iultraviolet, LDL teroksidasi, dan antigen bakteri atau virus. NF-kB memainkan peran penting dalam mengatur respon kekebalan tubuh terhadap infeksi (kappa light
chains adalah komponen penting dari imunoglobulin). Regulasi yang salah dari NF-kB telah dikaitkan dengan kanker, penyakit inflamasi dan autoimun, syok septik, infeksi virus, dan perkembangan kekebalan tubuh yang tidak tepat (Rudd et al, 2007).
Penuaan menyebabkan
terjadinya peningkatan sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1 dan IL-6, yang positif terkait dengan mortalitas penyakit
kardiovaskuler. Paparan penyakit menular dapat mengurangi umur dengan adanya percepatan immunosenescence dan proses inflamasi kronis. Inflamasi kronis terlibat dalam aterosklerosis,
arthritis, penyakit Alzheimer, kanker, sindrom metabolik (diabetes tipe 2) dan penyakit lainnya yang banyak mempengaruhi penuaan. Inflamasi mungkin bukan penyebab utama terjadinya kerusakan & degenerasi pada proses penuaan, namun memberikan kontribusi
terhadap kerusakan tersebut. Radikal
bebas dan produk glikasi teroksidasi merupakan terlibat dalam inflamasi kronis (Rudd et al, 2007).
Penuaan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
faktor transkripsi pro-inflamasi NF-kB . NF-kB
biasanya terikat pada protein IκB di sitoplasma, namun dilepaskan dan masuk ke dalam inti ketika terjadi infeksi,
stres oksidatif atau pro-inflamasi sitokin yang menyebabkan
ubiquitination dan degradasi subsequent protease dari IκB. NF-kB
meningkatkan transkripsi gen coding untuk TNF-α dan IL-1, yang dapat
menghasilkan umpan balik positif terhadap NF-kB. Kemampuan radikal bebas (ROS, Reactive
Oxygen Species) menyebabkan pelepasan NF-kB dan produksi ROS oleh inflamasi juga menghasilkan umpan balik positif. NF-kB dan TNF-α
adalah pusat / kunci pada proses penuaan yang terkait dalam inflamasi kronis (Rudd et al, 2007).
Meskipun glukokortikoid terjadi peneningkatan pada proses penuaan dan
dapat menghambat NF-kB, namun stimulasi NF-kB oleh stresor lebih dominan.Tidak hanya NF-kB kuantitas
meningkat dengan penuaan, kualitas NF-kB-pun
juga meningkat
terutama dalam hal berikatan dengan DNA
yang lebih kuat (Rudd et al, 2007).
Kanker dapat diinisiasi oleh NF-kB yang menginduksi
inducible Nitric Oxide
Synthetase (iNOS), yang menyebabkan kerusakan DNA, dan terjadi penghambatan apoptosis (Rudd et al,
2007).
2.4
Restriksi Kalori
2.4.1 Definisi
Restriksi
kalori disebut juga sebagai undernutrition
tanpa malnutrition. Dengan kata lain,
restriksi kalori adalah diet dengan jumlah kalori 30 – 40% lebih rendah dari
biasanya namun mengandung semua nutrien dan vitamin yang dibutuhkan untuk
kehidupan. Restriksi kalori bukanlah malnutrisi karena kadar vitamin, mineral,
asam lemak, dan asam amino esensial dalam diet restriksi kalori harus memadai
(Ben Best, 2003).
2.4.2
Macam-macam Restriksi Kalori
a.
Berdasarkan Tingkat Restriksi Kalori
Menurut tingkat restriksi kalori yang dilakukan,
restriksi kalori ada bermacam-macam. Richard Weindruch pada tahun 1986
melakukan penelitian restriksi kalori pada mencit dengan tingkat restriksi
kalori 25%, 55%, dan 65% (Ben Best,
2003).
Tingkat restriksi kalori yang paling umum digunakan dalam
penelitian restriksi kalori adalah sekitar 40 persen lebih sedikit dari
rata-rata asupan makanan tanpa restriksi. Restriksi kalori sebanyak 40 persen
menyebabkan perubahan komposisi dan ukuran tubuh mencit bila dibandingkan
dengan mencit lain yang tidak direstriksi kalori. Bahkan restriksi kalori
ringan (10 hingga 20 persen) menghasilkan beberapa efek peningkatan usia
maksimal dan pencegahan terhadap penyakit (Weindruch, 2003).
b.
Berdasarkan Lama Perlakuan Restriksi Kalori
Shelley X. Cao dkk pada tahun 2001 telah melakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara restriksi kalori dengan profil
genom liver mencit yang menua. Pada penelitian tersebut dilakukan dua macam
restriksi kalori berdasarkan jangka waktu atau lama dilakukannya restriksi kalori
tersebut, yaitu:
1.
Restriksi kalori jangka panjang,
2.
Restriksi kalori jangka pendek,
Dimana
restriksi kalori hanya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek ( hanya 4
minggu).
c.
Berdasarkan usia subyek saat dimulainya
perlakuan restriksi kalori, restriksi kalori dapat dimulai pada usia
pertengahan, tua, dan lain sebagainya. Restriksi kalori yang dimulai pada usia
pertengahan mencit meningkatkan usia hidup maksimal sebanyak 10 hingga 20
persen serta menghambat pertumbuhan kanker (Weindruch, 2003). Banyak efek
restriksi kalori terjadi secara cepat. Dan efek-efek ini dapat ditunjukkan
tidak hanya pada hewan yang muda tetapi juga pada hewan yang tua dan sebelumnya
tidak direstriksi kalori (Kent, 2003).
2.4.3
Hubungan Restriksi Kalori dengan Proses Penuaan
Restriksi
kalori tampaknya menunda beberapa proses merusak yang terjadi di dalam sel dan
jaringan seiring dengan bertambahnya usia. Ilmuwan belum mengetahui secara
pasti mengenai bagaimana atau mengapa ini terjadi, namun telah dikembangkan beberapa teori (Scheneider,
2003). Menurut Ben Best, restriksi kalori dengan nutrisi adekuat terutama
bekerja melalui 2 mekanisme yaitu dengan mengurangi glikasi (cross-linking
protein dengan gula seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa) dan yang kedua
dengan cara mengurangi radikal bebas (Ben Best, 2003). Restriksi kalori
sepertinya mengurangi kerusakan yang terjadi akibat proses metabolik kimiawi,
terutama kerusakan akibat oksidasi dan glikasi yang diperkirakan menjadi
penyebab utama terjadinya penuaan dan kematian sel (Scheneider, 2003). Beberapa
pengaruh restriksi kalori terhadap proses penuaan antara lain:
a.
Restriksi kalori mengurangi kerusakan
akibat glikasi
Glikasi
(glycation) adalah penambahan molekul
gula ke dalam DNA dan protein yang terjadi dalam berbagai reaksi fisiologis.
Glikasi menyebabkan kerusakan pada protein dan DNA serta diduga menjadi faktor
mayor degenerasi yang dihubungkan dengan diabetes dan penyakit lainnya.
Restriksi kalori akan mengurangi kerusakan akibat glikasi pada jaringan
(Scheneider, 2003).
b.
Restriksi kalori mengurangi radikal bebas
Kerusakan
oksidatif terjadi bila radikal bebas memecah DNA, dinding sel dan mitokondria
yang merupakan pusat penyimpanan energi dari sel. Radikal bebas merupakan hasil
samping berpotensi toksik dari proses produksi energi sel. Restriksi kalori
telah diketahui dapat memperlambat bahkan membalikkan kerusakan oksidatif pada hewan yang menua (Scheneider,
2003).
Pengurangan
masukan kalori akan menyebabkan pengurangan massa tubuh yang berarti energi
yang dibutuhkan untuk menunjang keadaan stabil akan semakin berkurang pula.
Kebutuhan energi yang berkurang berarti glukosa darah yang dibutuhkan dan
pembentukan ATP oleh mitokondria juga akan berkurang. Hal ini akan berdampak
pada turunnya kadar glukosa darah dan radikal bebas yang terbentuk. Biasanya
penurunan glukosa darah akan menyebabkan hipoglikemia, namun pada restriksi
kalori tidak terjadi hipoglikemia karena pada restriksi kalori juga terjadi
penurunan kebutuhan glukosa. Mencegah kerusakan akibat radikal bebas dengan
cara mengurangi produksi radikal bebas tentu lebih efisien daripada dengan cara
menangkap radikal bebas yang sudah terbentuk dengan menggunakan antioksidan
(Ben Best, 2003).
c.
Restriksi kalori mempengaruhi pengaturan
glukosa dan insulin
Mungkin
efek yang paling penting dari restriksi kalori pada hewan adalah pada
pengaturan glukosa dan insulin. Dengan bertambahnya usia dan obesitas, pada
mamalia terjadi resistensi insulin yang merupakan penurunan kemampuan insulin
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Dengan terjadinya resistensi insulin,
glukosa darah akan naik, kadar insulin dalam darah akan naik serta sel dan
jaringan akan mengalami kerusakan. Ternyata restriksi kalori melindungi tubuh
terhadap resistensi insulin. Jaringan dari hewan yang masukan kalori totalnya dibatasi
akan menjadi lebih sensitif terhadap insulin dalam memasukkan glukosa ke dalam
sel (Scheneider, 2003).
d.
Restriksi kalori dan pengaturan
hormon-hormon tubuh
Restriksi
kalori telah diketahui dapat meningkatkan kemampuan rodent yang menua untuk
memproduksi glukokortikoid yang merupakan steroid alami yang diproduksi bila
tubuh berada dalam tekanan. Hormon ini membantu menghentikan penyimpanan
glukosa dan mengarahkan glukosa tersebut ke jaringan yang membutuhkannya.
Seiring dengan bertambahnya usia, neurotransmisi sinyal antara otak dan
kelenjar adrenal berubah dan pengeluaran hormon stres ini terganggu. Tetapi
ternyata restriksi kalori juga dapat meningkatkan kadar glukokortikoid dalam
darah.
Restriksi
kalori mengurangi jumlah produksi hormon tiroid yang merangsang metabolisme,
hormon seks yang mengatur reproduksi, dan hormon pertumbuhan. Dengan mengurangi
hormon-hormon ini, restriksi kalori membantu hewan untuk menyimpan energi
dengan cara memperlambat metabolisme, menghindari terjadinya kehamilan dan membatasi
pertumbuhan (Scheneider, 2003).
e.
Perlindungan terhadap efek temperatur
Perubahan
seluler lain pada binatang pengerat dengan restriksi kalori adalah kemampuan
mereka melawan efek perusakan hipertermi, atau kenaikan temperatur tubuh
(Scheneider, 2003).
f.
Pengaruh lain restriksi kalori terhadap
proses penuaan
Pada
skala yang lebih besar, restriksi kalori diketahui memperlambat efek penuaan
pada sistem saraf, organ reproduksi, dan produksi beberapa hormon pada hewan.
Restriksi kalori telah diketahui dapat meningkatkan sistem imun dan menunda
terjadinya beberapa kanker yang berhubungan dengan penuaan (Scheneider, 2003).
2.4.4
Restriksi Kalori Jangka Pendek
Shelley
X. Cao et al pada tahun 2001 melakukan penelitian untuk mengetahui efek
restriksi kalori pada profil genom liver mencit yang menua. Pada penelitian itu
dilakukan dua macam restriksi kalori yaitu jangka panjang dan jangka pendek.
Ternyata mencit yang direstriksi kalori jangka pendek (diet restriksi kalori
selama dua minggu) menunjukkan efek restriksi kalori yang cukup besar terhadap
ekspresi gen mencit yang menua. Bahkan disebutkan bahwa restriksi kalori jangka
pendek menghasilkan mayoritas efek restriksi kalori jangka panjang terhadap
ekspresi gen yang responsif terhadap penuaan. Beberapa diantaranya adalah bahwa
restriksi kalori jangka pendek menghasilkan 100 persen efek restriksi kalori
jangka panjang pada metabolisme xenobiotik dan respon terhadap stres. Restriksi
kalori jangka pendek juga menghasilkan 67 persen efek restriksi kalori jangka
panjang terhadap ekspresi gen respon inflamasi. Disebutkan pula bahwa
penelitian ini dapat menghambat terjadinya keganasan dengan menyebabkan
apoptosis sel-sel preneoplastik.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konseptual
3.2
Hipotesis Penelitian
Restriksi
kalori jangka pendek dapat menghambat ekspresi
NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan.
DAFTAR PUSTAKA
- Abartomeu C, Jordi O, Pilar R, Francisco J, Garca P. 2007. Caloric restriction and gender modulate cardiac muscle mitochondrial H2O2 production and oxidative damage. European Society of Cardiology. 74 (2007): 456–465
- Abrams W.B., Beers M.H., Berkow R. (editor). The Merck Manual of Geriatrics. New Jersey: Merck Research Laboratories. 1995
- Albertini,JP, Valensi,P, Lormeau,B, Aurousseau, MH, Ferriere, F, Attal, JR, dkk. Elevated concentration of soluble E-Selectin and Vascular Cell Adhesion Molecule-1 in NIDDM. Diabetes Care J 2008:21(6);1008-12.
- Barzilai N., Shuldiner A. Searching for human longevity genes: the future of gerontology in a post-genomic era. In press. 1999
- Bays H, Mandarino L, DeFronzo RA. Role of the Adipocyte, Free Fatty Acids and Ectopic Fat in the Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus: Peroxisomal Proliferator-Activated Receptor Agonists Provide a Rational Therapeutic Approach. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89:463-478
- Best, Ben. Caloric Restriction with Adequate Nutrition–An Overview (online,http://www.benbest.com/calories/cran95.html, diakses 1 Desember 2011)
- Brookbank John W. Aging in the United States. 1990
- Cao Shelley X. et al. Genomic Profilling of Short-and Long-Term Caloric Restriction Effects in The Liver of Aging Mice (online, http://www.pnas. org./cgi/reprint/191313598v1.pdf).
- Cefalu, W.T. 2006. Cardiovascular Disease in Type 2 Diabetes: From Research to Clinical Practice. www.medscape.org (Online). Diakses tanggal 1 Desember 2011.
- Colman RJ, Anderson RM, Johnson SC, Kastman EK, Kosmatka KJ, Beasley TM, Allison DB, Cruzen C, Simmons HA, Kemnitz JW, Weindruch R. 2009. Caloric restriction delays disease onset and mortality in rhesus monkeys. Science. 325:201–204
- DEPSOS, 2007, Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannya, Jakarta (Online, http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=522, diakses 8 Desember 2011)
- Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 1996
- Fabris N. Biomarkers of aging in the neuroendocrine-immune domain. Time for a new theory of aging? Ann NY Acad Sci 1992. p. 663: 335-48
- Falk, E. 2008. Atherothrombosis: Role of Inflammation: Introduction dalam Hurst’s The Heart 12th edition. New York: Mc Graw-Hill company.
- Fukagawa N.K. Aging: is oxidative stress a marker or is it causal? Proc Soc Exp Biol 1999. p. 222: 293 – 298
- Greenberg J.A., Boozer C.N.. Metabolic mass, metabolic rate, caloric restriction, and aging in male Fischer 344 rats. Mech Ageing Dev, 2000. p. 113: 37 – 48
- Hansson GK. 2005. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease. N Engl J Med 352:1685–1695
- Holloszy JO, Fontana L. 2007. Caloric restriction in humans. Exp Gerontol. 42:709 –712.
- Jung K.J., Lee E.K., Kim J.Y., Zou Y., Sung B., Heo H.S., Kim M.K., Lee J., Kim N.D., Yu B.P., Chung H.Y. 2009. Effect of short term calorie restriction on pro-inflammatory NF-kB and AP-1 in aged rat kidney. Inflamm. Res. 58:143-150
- Ken S, Kayoko T, Kiyomi S, Yasuko N, Takashi T, Roberto B. 2007. Cardioprotective Effects of Short-Term Caloric Restriction Are Mediated by Adiponectin via Activation of AMP-Activated Protein Kinase. Circulation (Journal of The American Heart Association). 116:2809-2817
- Kent Saul, Fahy G.M. Reversing Aging Rapidly with Short Term Caloric Restriction (online, http://www.lef.org/featured-articles/spindler_press _release01.html, diakses 31 November 2011)
- Libby P. 2002 .Inflammation in atherosclerosis. Nature. 420:868–874
- Libby, J. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition (eds) dalam A.S Fauci (et al). New York: Mc Graw-Hill company.
- Masoro EJ. 2005. Overview of caloric restriction and ageing. Mech. Ageing Dev. 126, 913–922.
- Nilsson J, Hansson GK, Shah PK. 2005. Immunomodulation of atherosclerosis: implications for vaccine development. Arterioscler Thromb Vasc Biol 25:18–28.
- Rudd, J.H.F, J.R Davies, dan Peter L. Weissberg. 2007. Textbook of Cardiovascular Medicine, 3rd Edition (eds) dalam E.J Topol. Ohio: Lippincott Williams & Wilkins
- Sears Barry, Ph. D. The Anti – Aging Zone. New York: HarperCollins.1999
- Schneider E., Jazwinski S.M. 2003. How Does Caloric Restriction Slow Down Aging (online, http://www. infoaging.org/b-cal-6role.html, diakses 30 November 2011)
- Song, Y, Manson, JE, Tinker,L, Rifai, N, Cook, NR, Hu, FB, dkk. Circulating levels of endothelial adhesion molecules and risk of diabetes in an ethnically diverse cohort of women. Am Diabetes Ass J 2007:56;1898-1905.
- Tong, P. 2010. Post-prandial Hyperglycaemia & Cardiovascular Disease: An Endocrinologist's Perspective. The Hongkong Medical Diary vol. 15 no. 1 Desember 2011. www.fmshk.org (Online). Diakses tanggal 31 Desember 2010.
- Ungvari ZI, Orosz Z, Labinskyy N, Rivera A, Xiangmin Z, Smith KE, Csiszar A. 2007. Increased mitochondrial H2O2 production promotes endothelial NF-kB activation in aged rat arteries. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 293:H37–H47.
- Vernon W et all. 2010. Calorie Restriction Prevents Hypertension and Cardiac Hypertrophy in the Spontaneously Hypertensive Rat. Hypertension (Journal of The American Heart Association). 56:412-421
- Vuster, F. 2007. Cecil Medicine 23rd edition (eds) dalam L Goldmann (et al). Philladelphia: Saunders Elsevier
- Waller BF. Hurst’s: the Heart 13th ed. (eds) dalam V. Fuster (et all). 2010. Mc Graw-Hill company
- Weindruch Richard, Spindler, Sr. The Goal: To Find Practical Methods of Retarding The Aging Process (online, http://www.lef.org/anti-aging/research2.html, diakses 31 November 2011).
- Weir, Gordon C. et al. Joslin’s Diabetes Mellitus 13th ed. Pensylvania : Joslin Diabetes Center ; 1994. P. 240-257
- Winther, M.P., Kanters, E., Kraal, G., and Hofker, M.H. 2005. Nuclear factor kappaB signaling in atherogenesis. Arterioscler. Thromb. Vasc. Biol. 25, 904–914.
- Willer, C.J et al. 2007. Postprandial Hyperglycemia as Risk factor for Cardiovascular Disease. www.endojournal.org (Online). Diakses 1 Desember 2011
- World Diabetes Foundation. 2010. Diabetes fact. http://www.worlddiabetesfoundation.org/composite-35.htm (Online) . Diakses tanggal 1 Desember 2011
- World Health Organization, 2011, Cardiovascular diseases (CVDs), Geneva
- World Health Organization, 2008, The 10 leading causes of death by broad income group (2008),Geneva
- Zou Y, Yoon S, Jung KJ, Kim CH, Son TG, Kim MS, Kim YJ, Lee J, Yu BP, Chung HY. 2006. Upregulation of aortic adhesion molecules during aging. J Gerontol. 61:232–244.
1 komentar:
sangat bermanfaat, izin copy ya...
Post a Comment