Thursday 20 December 2012

RESTRIKSI KALORI JANGKA PENDEK DAN EKSPRESI NFKB

EFEK RESTRIKSI KALORI JANGKA PENDEK  TERHADAP EKSPRESI  NUCLEAR FACTOR KAPPA BETA (NF-κβ) DALAM KAITANNYA DENGAN  PROSES PENUAAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Proses penuaan adalah suatu perubahan berangsur-angsur struktur organisme yang terjadi dengan berlalunya waktu, yang bukan diakibatkan oleh penyakit, dan yang akhirnya sampai pada peningkatan kemungkinan kematian karena individu itu bertambah tua (Dorland, 1996). Perkembangan Penduduk Lanjut usia (lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (DEPSOS, 2007). Seiring dengan berjalannya proses penuaan maka akan terjadi penurunan seluruh sistem tubuh misalnya sistem saraf, sistem perasa, sistem imun, sistem endokrin, sistem gastrointestinal, sistem otot dan tulang, darah, sistem urinari, dan yang terakhir adalah penurunan sistem kardiovaskuler (Brookbank, 1990).
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia untuk saat ini. Pada tahun 2008 sedikitnya 17, 3 juta jiwa atau 30% kematian seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (WHO, 2011), diantaranya ± 7,25 juta jiwa disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK) dan ± 6,15 juta jiwa oleh stroke dan penyakit serebrovaskuler yang lain(WHO, 2008). Penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler ini diantaranya disebabkan oleh adanya proses arterosklerosis (Waller, 2010).
Pada saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (Hansson, 2005; Libby 2002; Nilsson,2005). Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa penuaan berhubungan dengan peradangan pembuluh darah yang mendorong  terjadinya atherogenesis, antara lain penuaan akan mendorong aktivasi endotel, meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi sehingga mempermudah perlekatan leukosit ke sel endotel (Ungvari,  2007; Zou et al, 2006).
Aktivasi endotel, salah satunya dipicu oleh Oxidized LDL (Ox-LDL) yang akan meningkatkan ROS (Reactive Oxigen Species) dan mengaktifkan faktor transkripsi Nuclear Factor Kappa Beta (NF-κβ ). NF-κβ yang teraktifasi akan menginduksi terbentuknya protein-protein sistim imun dan molekul zat perantara yang pada akhirnya meningkatkan progresifitas aterosklerosis atau memicu ruptur dari plak aterosklerosis dan mengakibatkan infark miokard akut, stroke dan lain-lain (Ungvari, 2007; Winter et al, 2005).
Restriksi kalori adalah pengurangan asupan energi tanpa kekurangan gizi / malnutrisi, yang dapat menghambat proses penuaan serta meningkatkan fungsi fisiologis pada beberapa spesies (Masoro, 2005)
Protokol restriksi kalori biasanya dilakukan dengan mengurangi asupan energi sebesar 40 % dari diet ad libitum dari kontrol setidaknya selama 12 bulan (Holloszy et al, 2007). Protokol restriksi kalori jangka panjang ini telah terbukti mengurangi faktor resiko penyakit kardiovaskuler (Holloszy et al, 2007; Abatomeu, 2007; Colman et al, 2009)  Menariknya penelitian-penelitian terkini yang menggunakan protokol restriksi kalori jangka pendek dengan restriksi  asupan energi 10% pada 2-3 minggu pertama dilanjutkan dengan restriksi asupan energi sebesar 35 – 40%  pada 2-3 minggu berikutnya menunjukkan hasil yang hampir sama dengan restriksi kalori jangka panjang (Ken et al, 2007; Venom, 2010).
Penelitian tentang efek restriksi kalori jangka pendek terhadap anti proinflamasi pada tikus yang tua masih sangat sedikit yang melakukannya (Jung et al, 2009), namun sampai saat ini belum ada protokol restriksi kalori jangka pendek yang baku. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah restriksi kalori jangka pendek dapat menghambat aktifitas NF-κβ yang merupakan faktor transkripsi yang meregulasi sintesa sitokin-sitokin pro inflamasi, pro koagulasi dalam proses aterosklerosis pada tikus yang mengalami penuaan.
      1.2  Rumusan Masalah
Bagaimanakah efek restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan pada tikus ?

      1.3  Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan pada tikus.

      1.4  Manfaat Penelitian
·         Menjelaskan patogenesis peningkatan NF-κβ dalam proses arterosklerosis pada penuaan.
·         Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan penelitian pada manusia tentang restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan
·         Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan nonfarmakologi terapi untuk arterosklerosis  pada proses penuaan dengan mengetahui efek restriksi kalori jangka pendek terhadap ekspresi. NF-κβ.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Proses Penuaan
2.1.1 Definisi
            Proses penuaan adalah suatu perubahan berangsur-angsur struktur organisme yang terjadi dengan berlalunya waktu, yang bukan diakibatkan oleh penyakit dan yang akhirnya sampai pada peningkatan kemungkinan kematian karena individu itu bertambah tua ( Dorland, 1996). Definisi lain mengatakan bahwa proses penuaan merupakan suatu proses yang menuju kepada meningkatnya kemungkinan kematian karena kegagalan sistem organ termasuk sistem imun yang melindungi tubuh terhadap proses infeksi (Abrams, 1995).

2.1.2 Teori Proses Penuaan
Penuaan adalah suatu proses yang sangat kompleks. Hingga saat ini, masih belum ada teori tunggal yang dapat menjelaskan bagaimana proses penuaan itu terjadi. Teori mengenai penuaan yang ada sekarang adalah kombinasi dari beberapa teori yang telah dikembangkan.

2.1.2.1 Teori Berdasarkan Kejadian Acak (Random Events)
Teori ini memandang penuaan sebagai hasil perkembangan atau akumulasi dari efek yang merugikan dari kejadian-kejadian yang terjadi selama kehidupan. Kejadian-kejadian ini hampir semuanya berasal dari pengaruh luar atau lingkungan (Abrams, 1995).
a.                    Teori Cross Linking
Teori Cross-Linking  tentang penuaan dikembangkan berdasarkan konsep bahwa seiring dengan bertambahnya usia, di dalam protein, DNA, dan struktur molekular lainnya dalam tubuh kita terbentuk ikatan-ikatan yang tidak beraturan, saling silang (cross-link) satu dengan lainnya. Ikatan yang tidak diperlukan ini kemudian mengurangi mobilitas dan elastisitas dari protein atau molekul tersebut. Protein yang rusak normalnya akan dihancurkan oleh enzim protease. Tetapi, keberadaan ikatan yang tidak beraturan tersebut menghambat aktivitas enzim protease, sehingga protein yang telah rusak tidak dapat dihancurkan, dan tertimbun dan pada akhirnya dapat menimbulkan masalah atau kerusakan lebih lanjut (Abrams, 1995).
b.                                                                              Teori Wear and Tear
Dalam teori ini disebutkan bahwa kerusakan menahun (ringan atau berat) yang terjadi pada sel, jaringan, organ akhirnya akan membuat struktur tersebut rusak dan akhirnya mati. DNA, yang merupakan komponen genetik dari tubuh  perlahan mengalami kerusakan karena secara terus menerus terpapar oleh bahan-bahan toksik, radiasi, dan sinar ultraviolet. Tubuh mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kerusakan itu, tetapi tidak semua kerusakan bisa diperbaiki secara sempurna. Dengan demikian, kerusakan yang tidak pulih kembali seperti semula akan terakumulasi secara progresif (Abrams, 1995).
c.                                                                               Teori Radikal Bebas (Free Radical)
Radikal bebas (free radical) adalah salah satu produk metabolisme sel yang bersifat toksik. Substansi yang terdapat di dalam sel (antioksidan) menetralisir sifat toksik dari radikal bebas. Tetapi proses tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar. Kadangkala ada yang lolos, dan kemudian tertimbun dan akhirnya bisa menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan mitokondria. Kerusakan ini (disebut kerusakan oksidatif) kemudian terakumulasi seiring dengan bertambahnya usia (Fukagawa, 1999).
d.                                                                              Teori Rate of Living
Teori Rate of Living tentang penuaan berhubungan dengan kepercayaan kuno bahwa  sebagai makhluk hidup manusia memiliki “substansi vital” tertentu yang jumlahnya terbatas, dan saat substansi tersebut mulai dikonsumsi sampai akhirnya habis, maka manusia akan menua dan akhirnya mati (Abrams, 1995).
e.                                                                               Teori Somatic
Mutasi yang terjadi pada sel tubuh lain selain sel gonad tidak akan diturunkan atau diwariskan, tetapi hanya akan mempengaruhi individu itu saja. Mutasi pada sebagian besar dari sel-sel tubuh (sel somatik) akan dikoreksi dan dieliminasi, tapi sebagian lagi tidak. Kelainan yang tidak tereliminasi ini kemudian akan terakumulasi, pada akhirnya akan menyebabkan malfungsi dan kematian sel (Greenberg, 2000).

2.1.2.2 Teori Berdasarkan Kejadian Terencana (Programmed Events)
            Beberapa peneliti berpendapat bahwa teori kejadian acak tidak cukup jelas untuk menjelaskan semua proses penuaan. Teori kejadian terencana mengemukakan bahwa penuaan disebabkan oleh gen atau penurunan fungsi dari berbagai macam sistem organ yang dapat diprediksi.
a.                                                                               Teori Pacemaker
Teori Pacemaker menjelaskan proses penuaan berdasarkan ide dari Biological Clocks atau jam biologis, di mana sistem atau proses diatur pada saat kelahiran kemudian berjalan dalam jangka waktu tertentu dan akhirnya melambat dan berhenti yang membawa pada penuaan dan kematian. Dua sistem dalam tubuh yang dianggap sebagai sebagai jam atau pacemaker adalah sistem neuroendokrin dan sistem imun (Fabris, 1992).
b.                                                                              Teori Genetika
Pengikut dari teori genetika percaya bahwa jangka waktu hidup ditentukan oleh gen yang kita warisi. Penuaan dilihat mulai dari kelahiran, pada saat konsepsi, atau bahkan pada saat fertilisasi dari sel telur. Gen yang membantu memperpanjang usia biasanya disebut longevity assurance gene (Barzilai, 1999).
 Faktor lainnya dari sisi genetika yang mempengaruhi penuaan adalah mitokondria, pusat penghasil energi dari sel. Mutasi gen mitokondria dapat menghasilkan ketidakmampuan untuk menghasilkan energi.

2.1.3 Patofisiologi dan Gambaran Klinis
2.1.3.1  Patofisiologi pada Tingkat Seluler secara Umum
Berbicara mengenai penuaan pada tingkat sel, harus dibicarakan pula proses-proses yang terjadi pada tingkat yang paling dasar dari molekul, sel, dan jaringan. Teori seluler dari penuaan berpendapat bahwa segala proses yang terjadi pada sel-sel adalah penyebab paling utama dari penuaan (Brookbank, 1990).
Teori seluler mengenai penuaan bisa bersifat genetik dan non genetik. Teori yang bersifat genetik berhubungan dengan penentuan masa hidup oleh program genetik dan sintesis protein yang dikode oleh DNA. Penuaan mungkin saja akibat dari perubahan atau pembatasan dari program genetik, berasal dari kerusakan atau hilangnya DNA, dari kesalahan atau gagalnya transkripsi DNA untuk membentuk RNA messenger. Dan juga dari kesalahan translasi menjadi protein, sedangkan teori non genetik lebih fokus pada perubahan protein-protein seluler dengan bertambahnya waktu sejak protein tersebut terbentuk. Perubahan yang mungkin disebabkan karena faktor lingkungan atau faktor ekstrinsik (Brookbank, 1990).
Ada salah satu teori lain yang mengatakan bahwa kerusakan pada mitokondria sebagai pusat penghasil tenaga dari sel dapat menyebabkan terjadinya proses penuaan. Atau dengan kata lain merupakan bagian dari sel yang menyebabkan penuaan. Peranan mitokondria dalam penuaan (Brookbank, 1990):
a.                                                                                                       Kerusakan Oksidatif atau Oxidative Damage
b.                  Kerusakan pada DNA Mitokondria
DNA mitokondria tidak dilindungi sebaik DNA inti, yang dilindungi oleh protein. DNA mitokondria yang telanjang menjadi sasaran yang mudah bagi reactive oxygen species.
c.                                                                                                       Kerusakan pada Metabolisme Mitokondria
Semakin menuanya tubuh, penyerapan nutrisi semakin tidak efisien, dan hal ini dapat mempengaruhi keefisienan fungsi mitokondria.

2.1.3.2  Patofisiologi dan Gambaran Klinis pada Berbagai Sistem Organ
a.                                                                               Sistem Saraf
Perubahan di sistem saraf seiring dengan bertambahnya umur bermacam-macam. Terjadi atrofi dan penurunan berat terutama korteks dari otak, medula spinalis dan batang otak menunjukkan perubahan pada sintesis neurotransmitter. Dari pengamatan yang dilakukan pada neuron otak dan medulla spinalis dari mamalia yang mengalami penuaan, tampak bahwa berkas-berkas dendrit dari neuron mulai menghilang (Brookbank, 1990).
b.                                                                              Sistem Penginderaan
Pada sistem perasa  taste bud  atau papilla pengecap menurun fungsinya. Sekresi air liur menjadi lebih tebal karena peningkatan konsentrasi mucus, yang ikut menyumbang pada kekurang pekaan sensitivitas perasa. Semua kelenjar air liur menurun sekresinya, menyebabkan kekeringan pada mulut. Selain itu terjadi penurunan sensitivitas pembau dengan semakin bertambahnya usia, Terjadi peningkatan pengeluaran air mata, astigmatisme, kehilangan kemampuan mendengar, pada sistem vestibular terjadi degenerasi (Brookbank, 1990).
c.                                                                               Sistem Endokrin
Sesuai dengan bertambahnya umur akan terjadi penurunan sensitivitas insulin yang berhubungan dengan peningkatan jumlah insulin dalam darah. Hal ini disebut sebagai resistensi insulin (Brookbank, 1990). Perubahan yang terjadi seiring dengan penuaan juga termasuk penambahan lemak subcutaneous terutama pada daerah perut. Lemak visceral atau yang disebut juga sebagai obesitas abdominal tahan terhadap efek antilipolisis insulin dan sebagai konsekuensinya menyebabkan pelepasan asam lemak bebas yang berlebih. Berlebihnya asam lemak bebas menyebabkan terjadinya resistensi insulin di hati dan otot. Hal ini mengakibatkan juga resistensi insulin pada sel-sel lemak.Sel lemak yang terlalu penuh tidak akan mampu lagi menyimpan lemak. Akhirnya lemak kemudian disimpan di hati, otot, dan sel β pankreas, yang menimbulkan resistensi insulin pada organ-organ ini. Kadar FFA yang tinggi dan akumulasi lemak viseral disebut lipotoksisitas (Bays et al, 2004).
Pada keadaan resistensi insulin terjadi peningkatan sekresi insulin untuk mengimbangi resistensi yang terjadi, sehingga akan didapatkan hiperinsulinemia (Weir et al, 1994) Agar dapat menghasilkan sekresi insulin yang lebih banyak maka sel β berproliferasi (hiperplasia). Apabila keadaan ini berlangsung terus tanpa diobati, maka suatu saat sel β tidak akan mampu lagi memenuhi tuntutan untuk menghasilkan ekstra insulin, dan akhirnya jumlahnya menjadi berkurang. Konsep ini dikenal sebagai The concept of β cell exhaustion. Berkurangnya jumlah sel β diikuti oleh menurunnya produksi insulin. Pada tahap ini, individu sudah sampai pada fase diabetes (Weir et al, 1994).
d.                                                                              Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan dapat menyebabkan gastritis kronik yang dihubungkan dengan atrofi mukosa gaster. Liver akan mengalami penurunan berat yang cukup signifikan antara usia 60 – 90 tahun yang disertai pula oleh gangguan fungsinya. Fungsi usus besar akan sangat berkurang karena menurunnya fungsi motorik dan tonus otot polos. Hal ini menyebabkan munculnya konstipasi yang terus menerus (Brookbank, 1990).
e.                                                                               Sistem Tulang, Otot, dan Kulit
Tulang akan terus menerus mengalami deposisi oleh osteoblast dan diresorbsi oleh osteoclast. Seiring bertambahnya usia, akan terjadi porositas atau kekeroposan pada elemen-elemen dasar tulang yang kita kenal dengan nama Sistem Havers. Hal ini disebabkan oleh karena ketidakseimbangan sistem osteoblast dan osteoclast di mana osteoblast menjadi tidak efektif sehingga osteoclast menjadi relatif dominan. Elemen ini akan menjadi lebih spongious atau berongga. Peristiwa ini akan terjadi lebih sering pada wanita. Pengeroposan tulang yang terjadi terus menerus akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut sebagai osteoporosis, dimana tulang akan menjadi sangat rapuh dan mudah patah (Brookbank, 1990).
Secara umum otot skelet akan mengalami pengurangan massa secara bertahap pada proses penuaan. Atrofi otot skelet terjadi terutama pada bagian tengah-bawah tubuh daripada bagian atas-tengah tubuh (Brookbank, 1990).
f.                                                                               Sistem Kardiovaskuler
Studi longitudinal menunjukkan bahwa massa otot jantung dan jaringan ikat meningkat. Pada individu dengan hipertensi mungkin terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Volume atrium kanan dan kiri dapat meningkat pada orang berusia lanjut dengan penyakit jantung (Brookbank, 1990).
Perubahan utama yang terjadi pada arteri adalah bertambahnya lapisan tunika intima yang disebabkan akumulasi sel otot polos yang bermigrasi dari lapisan intima. Kandungan lipid pada dinding arteri juga dapat bertambah seiring bertambahnya usia menyebabkan terbentuknya plak dan menginisiasi proses aterosklerosis. Arteriolosklerosis, penyempitan arteriol karena proliferasi tunika intima dan migrasi otot polos dari media ke intima dan penumpukan plak, harus dibedakan dari aterosklerosis (Brookbank, 1990).
g.                                                                              Sistem Urinari
Volume dan berat ginjal akan berkurang. Jumlah glomerulus yang tertutup jaringan parut akan semakin meningkat, tubulus-tubulus ginjal akan mengalami atrofi dan digantikan dengan jaringan parut. Laju filtrasi ginjal akan berkurang (Brookbank, 1990).
h.                                                                              Sistem Imunologi
Involusi atau berkurangnya ukuran kelenjar thymus pada orang dewasa dan penurunan fungsi sel T akan terjadi seiring bertambahnya usia, hal ini dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh secara signifikan. Imunitas humoral juga akan mengalami gangguan pada usia tua (Brookbank, 1990).

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Menjadi tua merupakan suatu proses fisiologis yang harus dilewati setiap orang. Meskipun demikian, bukan berarti proses penuaan ini tidak dapat dihambat oleh seseorang. Proses penuaan ini dapat dihambat dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan. Faktor-faktor yang dimaksud merupakan faktor yang dapat bersifat menghambat dan mendukung terjadinya proses penuaan yaitu, diet, olahraga, merokok, alkohol, penyalahgunaan obat dan polifarmasi, serta penyakit. Dan apabila seseorang memperhatikan faktor-faktor tersebut maka proses penuaan dapat dihambat sedini mungkin.

2.1.4.1 Diet
Nutrisi memiliki pengaruh penting pada kesehatan usia lanjut. Faktor nutrisi ini mulai dari keadaan gizi ibu, program metabolik janin (fetal metabolic programming), gizi anak, remaja sampai diet pada usia lanjut semua mempengaruhi kesehatan usia lanjut. Pada dasarnya kebutuhan nutrisi bagi orang muda dan orangtua adalah sama, tetapi dengan catatan pada orangtua dibutuhkan lebih sedikit kalori per harinya. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan peningkatan jumlah lemak dan penurunan kemampuan otot tubuh (Brookbank, 1990).
Untuk menjamin kesehatan di usia lanjut dianjurkan untuk mengkonsumsi nutrisi yang adekuat seperti vitamin, mineral, dan 3 asam lemak. Keadaan ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi buah, sayuran, dan karbohidrat kompleks, mengurangi penggunaan garam dan lemak jenuh. Selain itu, pada usia lanjut juga sebaiknya lebih mengurangi konsumsi diet protein tinggi. Karena dengan protein tinggi dapat mengganggu fungsi ginjal dalam membuang sampah nitrogen yang pada akhirnya dapat menurunkan fungsi ginjal (Brookbank, 1990).
Pola makan di usia lanjut memang harus senantiasa dikontrol. Pengontrolan pola makan yang teratur dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk menghindari penyakit-penyakit kronik yang sering menyertai dan timbul pada usia-usia lanjut, seperti obesitas, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hiperkolesterol, penyakit pernapasan dan penyakit-penyakit sendi. Apabila tidak dicegah sejak dini maka penyakit-penyakit kronik tersebut akan mengurangi usia harapan hidup dan akan menghambat program peningkatan usia harapan hidup yang sedang  dikembangkan saat ini (Brookbank, 1990).

2.1.4.2 Olahraga
Berolahraga pada orang yang pekerjaannya banyak dilakukan sambil duduk (tanpa aktivitas berat) akan meningkatkan usia harapan hidup.  Namun apabila berolahraga berlebihan justru tidak dapat memperpanjang usia harapan hidup. Hal ini terkait dengan meningkatnya jumlah oxidative stress pada tubuh yang disebabkan oleh pembentukan radikal bebas yang berlebih akibat otot membutuhkan ATP lebih banyak (Schneider et al, 2003).

2.1.4.3 Penyakit
            Semua manusia pada dasarnya akan tumbuh menjadi tua dan mati, meskipun teknologi kedokteran terus maju dan diperbaharui. Usia lanjut seringkali disertai dengan berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, arthritis, osteoporosis, fraktur, kelainan neurodegeneratif, depresi, kanker, penurunan visus dan pendengaran (Brookbank, 1990).
Proses menua dan penyakit adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, fenomena intrinsik, dengan faktor lingkungan berperan sebagai faktor pendukung. Yang dimaksudkan dengan penyakit disini dapat berupa infeksi, perubahan dari fungsi organ, pertumbuhan sel-sel ganas atau terkontaminasi oleh bahan-bahan beracun (alkohol, tembakau) (Brookbank, 1990).


2.1.4.4 Alkohol dan Obat-Obatan
Alkohol memiliki efek yang lebih buruk bila dikonsumsi oleh orangtua dibandingkan dengan bila dikonsumsi orang muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan dari fungsi tubuh yaitu dalam mengabsorbsi dan mendistribusi alkohol (Brookbank, 1990).
Jenis obat-obatan yang paling sering dikonsumsi oleh kelompok manula adalah golongan barbiturat, laksatif, codein (penghilang nyeri dan pereda batuk), dan kelompok aspirin. Penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh kelompok ini dikarenakan oleh penanganan sendiri oleh mereka terhadap penyakitnya tanpa persetujuan dari pihak medis atau mereka meminta resep kepada pihak medis dalam jumlah yang seharusnya tidak boleh diberikan (Brookbank, 1990).

2.1.4.5 Rokok
Merokok memiliki efek jangka panjang yang buruk terhadap kesehatan. Efek buruk tersebut disebabkan oleh karena dalam sebatang rokok terkandung bahan-bahan berbahaya bagi tubuh kita seperti nikotin, tar, dan bahan-bahan lain yang mampu mengiritasi trakhea dan paru-paru. Selain itu merokok juga memperbesar faktor risiko terhadap empat penyakit, yaitu penyakit jantung,  stroke, kanker, dan pneumonia. Di mana keempat penyakit tersebut merupakan penyebab kematian tertinggi pada orangtua (Brookbank, 1990).

2.2 Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penebalan dan pengerasan arteri akibat terbentuknya plak yang tersusun dari sekumpulan lipoprotein, matriks ekstrasel seperti kolagen, proteoglikan dan glikosaminoglikan, kalsium, sel-sel otot polos, pembuluh darah baru. sel-sel radang terutama makrofag, limfosit T, mastosit dan sel dendritik (Vuster, 2007; Falk, 2008) Aterosklerosis dapat terjadi pada seluruh arteri, sehingga manifestasi klinis yang muncul tergantung pada sistem organ yang terkena. Pada sistem saraf pusat menimbulkan stroke, pada sirkulasi perifer menyababkan klaudikasio intermiten, pada sirkulasi splanknik menimbulkan iskemia mesenterika dan pada arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) yang menimbulkan infark miokard dan angina pectoris (Libby, 2008).
Pada saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (WDF, 2010; Albertini et al 2008). Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa penuaan berhubungan dengan peradangan pembuluh darah yang mendorong  terjadinya atherogenesis, antara lain penuaan akan mendorong aktivasi endotel, meningkatkan ekspresi dari molekul adhesi sehingga mempermudah perlekatan leukosit ke sel endotel (Song et al, 2007; Tong, 2010).
Arteri normal merupakan bentukan menyerupai tabung dengan bagian dalam yang tersusun dari lapisan endotel yang befungsi sebagai komponen antitrombotik dengan cara menghalangi makrofag yang beredar didalam aliran darah memasuki dinding pembuluh darah. Selain itu lapisan endotel juga merupakan organ autokrin dan parakrin yang mensintesa zat-zat anti peradangan, menjalankan fungsi mitogenik, kontraktil dan proses hemostasis. Nitric oxide (NO) merupakan salah satu zat yang bertanggungjawab dalam proses aterosklerosis. Disfungi endotel merupakan titik awal terjadinya aterosklerosis.40 Disfungsi endotel, yang lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai aktivasi endotel merupakan proses yang merupakan serentetan kejadian proses properadangan, proliferasi dan prokoagulasi,  ditandai dengan turunnya sintesa NO, sehingga menyebabkan lipoprotein dan monosit lebih mudah menembus dinding pembuluh darah yang kemudian akan mengalami oksidasi dan akumulasi di intima, proliferasi sel otot polos pembuluh darah, penimbunan matriks ekstraseluler dan konstriksi pembuluh darah (Vuster, 2007).
Hiperkolesterolemia memicu terjadinya akumulasi lipoprotein berdensitas rendah atau Low Density Lipoprotein (LDL) pada lapisan intima pembuluh darah. Partikel lipoprotein ini biasanya bergabung dengan matriks ekstraseluler pembuluh darah, terutama proteoglikan. Keluarnya lipoprotein ini dari aliran darah mengakibatkan lipoprotein terpisah dari zat-zat antiioksidan di dalam plasma, sehingga mempermudah terjadinya proses modifikasi oksidatif. Lipoprotein yang teroksidasi ini dapat memicu terjadinya respon peradangan lokal sebagai akibat dari masuknya lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah, NF-kB dan Chemothactic Adhesion Molecule (CAM) akan teraktivasi sehingga aktivasi kedua zat ini akan mempermudah perlekatan pada reseptor adesi dan penembusan makrofag dan limfosit ke dinding pembuluh darah. Akumulasi lekosit ini merupakan karakteristik awal terbentuknya lesi aterosklerosis pada pembuluh darah. Jadi, proses peradangan sudah terlibat dalam proses pembentukan aterosklerosis sejak awal. Setelah menembus endotel makrofag dan limfosit akan bergerak menuju lapisan intima pembuluh darah. Pergerakan ini diduga tergantung pada adanya faktor-faktor chemoattractant meliputi partikel lipoprotein yang terksidasi dan sitokin sel peradangan misalnya interleukin -1 (IL-1) dan tumor necrosing factor (TNF-), chemokine macrophage chemoattractant protein-1 yang diproduksi oleh sel-sel dinding pembuluh darah sebagai respon terhadap adanya lipoprotein yang teroksidasi. Terdapat beberapa faktor peradangan yang terlibat dalam proses pembentukan ateroskleosis, seperti CRP, fibrinogen, IL-1b, IL-6 dan TNF-α. Sedangkan ekspresi E-Selectin dan VCAM-1 merupakan petanda awal terjadinya disfungsi endotel (Vuster, 2007; Libby, 2008).
Lekosit-lekosit ini dapat membelah diri dan memperbesar respon peradangan yang terjadi. Makrofag yang terdapat pada lesi ini kemudian akan memakan lemak yang terdapat pada lipoprotein sehingga sitoplasmanya berisi butir-butir lemak. Bentukan ini disebut dengan sel busa. Proses ini kemudian akan diikuti dengan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media pembuluh darah menuju tunika intima dan berakumulasi disana, sehingga memperbesar lesi yang terbentuk (Libby, 2008).
arterosklerosis

Gambar 2.2.1 Proses Pembentukan Aterosklerosis (Cefalu, 2006)

Saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon peradangan kronis terhadap kerusakan pembuluh darah akibat berbagai sebab yang mengaktivasi atau merusak endotel. Hal ini didasarkan pada hasil dari beberapa penelitian pada berbagai populasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar berbagai petanda peradangan, terutama C-reactive Protein (CRP). Risiko untuk mengalami kejadian klinis lebih tinggi pada pasien dengan peningkatan kadar CRP dan petanda peradangan yang lain misalnya ICAM-1, VCAM-1, E-selectin dan IL-6. Hasil dari berbagai penelitian ini kemudian menimbulkan dua pemikiran, yang pertama adalah bahwa aterosklerosis terjadi sebagai akibat dari adanya peradangan kronis dan yang kedua adalah sebaliknya, bahwa peradangan muncul akibat adanya aterosklerosis (Rudd et al, 2007).

2.3 NF-κB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells)
NF-kB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells) adalah kompleks protein yang mengontrol transkripsi DNA. NF-kBditemukan di hampir semua jenis sel hewan dan terlibat dalam respon seluler terhadap rangsangan seperti stres, sitokin, radikal bebas, radias iultraviolet, LDL teroksidasi, dan antigen bakteri atau virus. NF-kB memainkan peran penting dalam mengatur respon kekebalan tubuh terhadap infeksi (kappa light chains adalah komponen penting dari imunoglobulin). Regulasi yang salah dari NF-kB telah dikaitkan dengan kanker, penyakit inflamasi dan autoimun, syok septik, infeksi virus, dan perkembangan kekebalan tubuh yang tidak tepat (Rudd et al, 2007).
Penuaan menyebabkan terjadinya peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6, yang positif terkait dengan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Paparan penyakit menular dapat mengurangi umur dengan adanya percepatan immunosenescence dan proses inflamasi kronis. Inflamasi kronis terlibat dalam aterosklerosis, arthritis, penyakit Alzheimer, kanker, sindrom metabolik (diabetes tipe 2) dan penyakit lainnya yang  banyak mempengaruhi penuaan. Inflamasi mungkin bukan penyebab utama terjadinya kerusakan & degenerasi pada proses penuaan, namun memberikan kontribusi terhadap kerusakan tersebut. Radikal bebas dan produk glikasi teroksidasi merupakan terlibat dalam inflamasi kronis (Rudd et al, 2007).
Penuaan berhubungan dengan peningkatan aktivitas faktor transkripsi pro-inflamasi NF-kB . NF-kB biasanya terikat pada protein IκB di sitoplasma, namun dilepaskan dan masuk ke dalam inti ketika terjadi infeksi, stres oksidatif atau pro-inflamasi sitokin yang menyebabkan ubiquitination dan degradasi subsequent protease dari IκB. NF-kB meningkatkan transkripsi gen coding untuk TNF-α dan IL-1, yang dapat menghasilkan umpan balik positif terhadap NF-kB. Kemampuan radikal bebas (ROS, Reactive Oxygen Species) menyebabkan pelepasan NF-kB dan produksi ROS oleh inflamasi juga menghasilkan umpan balik positif. NF-kB dan TNF-α adalah pusat / kunci pada proses penuaan yang terkait dalam inflamasi kronis (Rudd et al, 2007).
Meskipun glukokortikoid terjadi peneningkatan pada proses penuaan dan dapat menghambat NF-kB, namun stimulasi NF-kB oleh stresor lebih dominan.Tidak hanya NF-kB kuantitas meningkat dengan penuaan, kualitas NF-kB-pun juga meningkat terutama dalam hal berikatan dengan DNA yang lebih kuat (Rudd et al, 2007).
Kanker dapat diinisiasi oleh NF-kB yang menginduksi  inducible Nitric Oxide Synthetase (iNOS), yang menyebabkan kerusakan DNA, dan terjadi penghambatan apoptosis (Rudd et al, 2007).


2.4 Restriksi Kalori
2.4.1 Definisi
Restriksi kalori disebut juga sebagai undernutrition tanpa malnutrition. Dengan kata lain, restriksi kalori adalah diet dengan jumlah kalori 30 – 40% lebih rendah dari biasanya namun mengandung semua nutrien dan vitamin yang dibutuhkan untuk kehidupan. Restriksi kalori bukanlah malnutrisi karena kadar vitamin, mineral, asam lemak, dan asam amino esensial dalam diet restriksi kalori harus memadai (Ben Best, 2003).

2.4.2        Macam-macam Restriksi Kalori
a.                   Berdasarkan Tingkat Restriksi Kalori
Menurut tingkat restriksi kalori yang dilakukan, restriksi kalori ada bermacam-macam. Richard Weindruch pada tahun 1986 melakukan penelitian restriksi kalori pada mencit dengan tingkat restriksi kalori 25%, 55%, dan 65%   (Ben Best, 2003).
Tingkat restriksi kalori yang paling umum digunakan dalam penelitian restriksi kalori adalah sekitar 40 persen lebih sedikit dari rata-rata asupan makanan tanpa restriksi. Restriksi kalori sebanyak 40 persen menyebabkan perubahan komposisi dan ukuran tubuh mencit bila dibandingkan dengan mencit lain yang tidak direstriksi kalori. Bahkan restriksi kalori ringan (10 hingga 20 persen) menghasilkan beberapa efek peningkatan usia maksimal dan pencegahan terhadap penyakit (Weindruch, 2003).
b.                  Berdasarkan Lama Perlakuan Restriksi Kalori
Shelley X. Cao dkk pada tahun 2001 telah melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara restriksi kalori dengan profil genom liver mencit yang menua. Pada penelitian tersebut dilakukan dua macam restriksi kalori berdasarkan jangka waktu atau lama dilakukannya restriksi kalori tersebut, yaitu:
1.                  Restriksi kalori jangka panjang,
2.                  Restriksi kalori jangka pendek,
            Dimana restriksi kalori hanya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek ( hanya 4 minggu).
c.                   Berdasarkan usia subyek saat dimulainya perlakuan restriksi kalori, restriksi kalori dapat dimulai pada usia pertengahan, tua, dan lain sebagainya. Restriksi kalori yang dimulai pada usia pertengahan mencit meningkatkan usia hidup maksimal sebanyak 10 hingga 20 persen serta menghambat pertumbuhan kanker (Weindruch, 2003). Banyak efek restriksi kalori terjadi secara cepat. Dan efek-efek ini dapat ditunjukkan tidak hanya pada hewan yang muda tetapi juga pada hewan yang tua dan sebelumnya tidak direstriksi kalori (Kent, 2003).

2.4.3        Hubungan Restriksi Kalori dengan Proses Penuaan
Restriksi kalori tampaknya menunda beberapa proses merusak yang terjadi di dalam sel dan jaringan seiring dengan bertambahnya usia. Ilmuwan belum mengetahui secara pasti mengenai bagaimana atau mengapa ini terjadi, namun  telah dikembangkan beberapa teori (Scheneider, 2003). Menurut Ben Best, restriksi kalori dengan nutrisi adekuat terutama bekerja melalui 2 mekanisme yaitu dengan mengurangi glikasi (cross-linking protein dengan gula seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa) dan yang kedua dengan cara mengurangi radikal bebas (Ben Best, 2003). Restriksi kalori sepertinya mengurangi kerusakan yang terjadi akibat proses metabolik kimiawi, terutama kerusakan akibat oksidasi dan glikasi yang diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya penuaan dan kematian sel (Scheneider, 2003). Beberapa pengaruh restriksi kalori terhadap proses penuaan antara lain:
a.                   Restriksi kalori mengurangi kerusakan akibat glikasi
Glikasi (glycation) adalah penambahan molekul gula ke dalam DNA dan protein yang terjadi dalam berbagai reaksi fisiologis. Glikasi menyebabkan kerusakan pada protein dan DNA serta diduga menjadi faktor mayor degenerasi yang dihubungkan dengan diabetes dan penyakit lainnya. Restriksi kalori akan mengurangi kerusakan akibat glikasi pada jaringan (Scheneider, 2003).
b.                  Restriksi kalori mengurangi radikal bebas
Kerusakan oksidatif terjadi bila radikal bebas memecah DNA, dinding sel dan mitokondria yang merupakan pusat penyimpanan energi dari sel. Radikal bebas merupakan hasil samping berpotensi toksik dari proses produksi energi sel. Restriksi kalori telah diketahui dapat memperlambat bahkan membalikkan kerusakan  oksidatif pada hewan yang menua (Scheneider, 2003).
Pengurangan masukan kalori akan menyebabkan pengurangan massa tubuh yang berarti energi yang dibutuhkan untuk menunjang keadaan stabil akan semakin berkurang pula. Kebutuhan energi yang berkurang berarti glukosa darah yang dibutuhkan dan pembentukan ATP oleh mitokondria juga akan berkurang. Hal ini akan berdampak pada turunnya kadar glukosa darah dan radikal bebas yang terbentuk. Biasanya penurunan glukosa darah akan menyebabkan hipoglikemia, namun pada restriksi kalori tidak terjadi hipoglikemia karena pada restriksi kalori juga terjadi penurunan kebutuhan glukosa. Mencegah kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengurangi produksi radikal bebas tentu lebih efisien daripada dengan cara menangkap radikal bebas yang sudah terbentuk dengan menggunakan antioksidan (Ben Best, 2003).
c.                   Restriksi kalori mempengaruhi pengaturan glukosa dan insulin
Mungkin efek yang paling penting dari restriksi kalori pada hewan adalah pada pengaturan glukosa dan insulin. Dengan bertambahnya usia dan obesitas, pada mamalia terjadi resistensi insulin yang merupakan penurunan kemampuan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Dengan terjadinya resistensi insulin, glukosa darah akan naik, kadar insulin dalam darah akan naik serta sel dan jaringan akan mengalami kerusakan. Ternyata restriksi kalori melindungi tubuh terhadap resistensi insulin. Jaringan dari hewan yang masukan kalori totalnya dibatasi akan menjadi lebih sensitif terhadap insulin dalam memasukkan glukosa ke dalam sel (Scheneider, 2003).
d.                  Restriksi kalori dan pengaturan hormon-hormon tubuh
Restriksi kalori telah diketahui dapat meningkatkan kemampuan rodent yang menua untuk memproduksi glukokortikoid yang merupakan steroid alami yang diproduksi bila tubuh berada dalam tekanan. Hormon ini membantu menghentikan penyimpanan glukosa dan mengarahkan glukosa tersebut ke jaringan yang membutuhkannya. Seiring dengan bertambahnya usia, neurotransmisi sinyal antara otak dan kelenjar adrenal berubah dan pengeluaran hormon stres ini terganggu. Tetapi ternyata restriksi kalori juga dapat meningkatkan kadar glukokortikoid dalam darah.
Restriksi kalori mengurangi jumlah produksi hormon tiroid yang merangsang metabolisme, hormon seks yang mengatur reproduksi, dan hormon pertumbuhan. Dengan mengurangi hormon-hormon ini, restriksi kalori membantu hewan untuk menyimpan energi dengan cara memperlambat metabolisme, menghindari terjadinya kehamilan dan membatasi pertumbuhan (Scheneider, 2003).
e.                   Perlindungan terhadap efek temperatur
Perubahan seluler lain pada binatang pengerat dengan restriksi kalori adalah kemampuan mereka melawan efek perusakan hipertermi, atau kenaikan temperatur tubuh (Scheneider, 2003).
f.                   Pengaruh lain restriksi kalori terhadap proses penuaan
Pada skala yang lebih besar, restriksi kalori diketahui memperlambat efek penuaan pada sistem saraf, organ reproduksi, dan produksi beberapa hormon pada hewan. Restriksi kalori telah diketahui dapat meningkatkan sistem imun dan menunda terjadinya beberapa kanker yang berhubungan dengan penuaan (Scheneider, 2003).

2.4.4        Restriksi Kalori Jangka Pendek
Shelley X. Cao et al pada tahun 2001 melakukan penelitian untuk mengetahui efek restriksi kalori pada profil genom liver mencit yang menua. Pada penelitian itu dilakukan dua macam restriksi kalori yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Ternyata mencit yang direstriksi kalori jangka pendek (diet restriksi kalori selama dua minggu) menunjukkan efek restriksi kalori yang cukup besar terhadap ekspresi gen mencit yang menua. Bahkan disebutkan bahwa restriksi kalori jangka pendek menghasilkan mayoritas efek restriksi kalori jangka panjang terhadap ekspresi gen yang responsif terhadap penuaan. Beberapa diantaranya adalah bahwa restriksi kalori jangka pendek menghasilkan 100 persen efek restriksi kalori jangka panjang pada metabolisme xenobiotik dan respon terhadap stres. Restriksi kalori jangka pendek juga menghasilkan 67 persen efek restriksi kalori jangka panjang terhadap ekspresi gen respon inflamasi. Disebutkan pula bahwa penelitian ini dapat menghambat terjadinya keganasan dengan menyebabkan apoptosis sel-sel preneoplastik.

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


3.1 Kerangka Konseptual
restriksi kalori nfkb arterosklerosis proses penuaan
              
3.2 Hipotesis Penelitian

Restriksi kalori jangka pendek dapat menghambat ekspresi NF-κβ dalam kaitannya dengan proses penuaan.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Abartomeu C, Jordi O, Pilar R, Francisco J, Garca P. 2007. Caloric restriction and gender modulate cardiac muscle mitochondrial H2O2 production and oxidative damage. European Society of Cardiology. 74 (2007):  456–465
  2. Abrams W.B., Beers M.H., Berkow R. (editor). The Merck Manual of Geriatrics.  New Jersey: Merck Research Laboratories. 1995
  3.  Albertini,JP, Valensi,P, Lormeau,B, Aurousseau, MH, Ferriere, F, Attal, JR, dkk. Elevated concentration of soluble E-Selectin and Vascular Cell Adhesion Molecule-1 in NIDDM. Diabetes Care J 2008:21(6);1008-12.
  4. Barzilai N., Shuldiner A. Searching for human longevity genes: the future of gerontology in a post-genomic era. In press. 1999
  5. Bays H, Mandarino L, DeFronzo RA. Role of the Adipocyte, Free Fatty Acids and Ectopic Fat in the Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus: Peroxisomal Proliferator-Activated Receptor Agonists Provide a Rational Therapeutic Approach. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89:463-478
  6. Best, Ben. Caloric Restriction with Adequate Nutrition–An Overview (online,http://www.benbest.com/calories/cran95.html, diakses 1 Desember 2011)
  7. Brookbank John W. Aging in the United States. 1990
  8. Cao Shelley X. et al. Genomic Profilling of Short-and Long-Term Caloric Restriction Effects in The Liver of Aging Mice (online, http://www.pnas. org./cgi/reprint/191313598v1.pdf).
  9. Cefalu, W.T. 2006. Cardiovascular Disease in Type 2 Diabetes: From Research to Clinical Practice. www.medscape.org (Online). Diakses tanggal 1 Desember 2011.
  10. Colman RJ, Anderson RM, Johnson SC, Kastman EK, Kosmatka KJ, Beasley TM, Allison DB, Cruzen C, Simmons HA, Kemnitz JW, Weindruch R. 2009. Caloric restriction delays disease onset and mortality in rhesus monkeys. Science. 325:201–204
  11. DEPSOS, 2007, Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannya, Jakarta (Online, http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=522, diakses 8 Desember 2011)
  12. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 1996
  13. Fabris N. Biomarkers of aging in the neuroendocrine-immune domain. Time for a new theory of aging? Ann NY Acad Sci 1992. p. 663: 335-48
  14. Falk, E. 2008. Atherothrombosis: Role of Inflammation: Introduction dalam Hurst’s The Heart 12th edition. New York: Mc Graw-Hill company.
  15. Fukagawa N.K. Aging: is oxidative stress a marker or is it causal? Proc Soc Exp Biol 1999. p. 222: 293 – 298
  16. Greenberg J.A., Boozer C.N.. Metabolic mass, metabolic rate, caloric restriction, and aging in male Fischer 344 rats. Mech Ageing Dev, 2000.  p. 113: 37 –  48
  17. Hansson GK. 2005. Inflammation, atherosclerosis, and coronary artery disease. N Engl J Med 352:1685–1695
  18. Holloszy JO, Fontana L. 2007. Caloric restriction in humans. Exp Gerontol. 42:709 –712.
  19. Jung K.J.Lee E.K.Kim J.Y.Zou Y.Sung B.Heo H.S.Kim M.K.Lee J.Kim N.D.Yu B.P.Chung H.Y. 2009. Effect of short term calorie restriction on pro-inflammatory NF-kB and AP-1 in aged rat kidney. Inflamm. Res. 58:143-150
  20. Ken S, Kayoko T, Kiyomi S, Yasuko N, Takashi T, Roberto B. 2007. Cardioprotective Effects of Short-Term Caloric Restriction Are Mediated by Adiponectin via Activation of AMP-Activated Protein Kinase. Circulation (Journal of The American Heart Association). 116:2809-2817
  21. Kent Saul, Fahy G.M. Reversing Aging Rapidly with Short Term Caloric           Restriction (online, http://www.lef.org/featured-articles/spindler_press _release01.html, diakses 31 November 2011)
  22. Libby P. 2002 .Inflammation in atherosclerosis. Nature. 420:868–874
  23. Libby, J. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition (eds) dalam A.S Fauci (et al). New York: Mc Graw-Hill company.
  24. Masoro EJ. 2005. Overview of caloric restriction and ageing. Mech. Ageing Dev. 126, 913–922.
  25. Nilsson J, Hansson GK, Shah PK. 2005. Immunomodulation of atherosclerosis: implications for vaccine development. Arterioscler Thromb Vasc Biol 25:18–28.
  26. Rudd, J.H.F, J.R Davies, dan Peter L. Weissberg. 2007. Textbook of Cardiovascular Medicine, 3rd Edition (eds) dalam E.J Topol. Ohio: Lippincott Williams & Wilkins
  27. Sears Barry, Ph. D. The Anti – Aging Zone. New York: HarperCollins.1999
  28. Schneider  E., Jazwinski S.M. 2003. How Does Caloric Restriction Slow Down Aging (online,  http://www. infoaging.org/b-cal-6role.html, diakses 30 November 2011)
  29. Song, Y, Manson, JE, Tinker,L, Rifai, N, Cook, NR, Hu, FB, dkk. Circulating levels of endothelial adhesion molecules and risk of diabetes in an ethnically diverse cohort of women. Am Diabetes Ass J 2007:56;1898-1905.
  30. Tong, P. 2010. Post-prandial Hyperglycaemia & Cardiovascular Disease: An Endocrinologist's Perspective. The Hongkong Medical Diary vol. 15 no. 1 Desember 2011. www.fmshk.org (Online). Diakses tanggal 31 Desember 2010.
  31. Ungvari ZI, Orosz Z, Labinskyy N, Rivera A, Xiangmin Z, Smith KE, Csiszar A. 2007. Increased mitochondrial H2O2 production promotes endothelial NF-kB activation in aged rat arteries. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 293:H37–H47.
  32. Vernon W et all. 2010. Calorie Restriction Prevents Hypertension and Cardiac Hypertrophy in the Spontaneously Hypertensive Rat. Hypertension (Journal of The American Heart Association). 56:412-421
  33. Vuster, F. 2007. Cecil Medicine 23rd edition (eds) dalam L Goldmann (et al). Philladelphia: Saunders Elsevier
  34. Waller BF. Hurst’s: the Heart 13th ed. (eds) dalam V. Fuster (et all). 2010. Mc Graw-Hill company
  35. Weindruch Richard, Spindler, Sr. The Goal: To Find Practical Methods of Retarding The Aging Process (online, http://www.lef.org/anti-aging/research2.html, diakses 31 November 2011).
  36. Weir, Gordon C. et al. Joslin’s Diabetes Mellitus 13th ed. Pensylvania : Joslin Diabetes Center ; 1994. P. 240-257
  37. Winther, M.P., Kanters, E., Kraal, G., and Hofker, M.H. 2005. Nuclear factor kappaB signaling in atherogenesis. Arterioscler. Thromb. Vasc. Biol. 25, 904–914.
  38. Willer, C.J et al. 2007.  Postprandial Hyperglycemia as Risk factor for Cardiovascular Disease. www.endojournal.org (Online). Diakses 1 Desember 2011
  39. World Diabetes Foundation. 2010. Diabetes fact. http://www.worlddiabetesfoundation.org/composite-35.htm (Online) . Diakses tanggal 1 Desember 2011
  40. World Health Organization, 2011, Cardiovascular diseases (CVDs), Geneva
  41. World Health Organization, 2008, The 10 leading causes of death by broad income group (2008),Geneva
  42. Zou Y, Yoon S, Jung KJ, Kim CH, Son TG, Kim MS, Kim YJ, Lee J, Yu BP, Chung HY. 2006. Upregulation of aortic adhesion molecules during aging. J Gerontol. 61:232–244.



INDRA WSPosted By INDRA WS

Jika artikel ini bermanfaat bagi anda jangan lupa klik g +1 agar blog ini semakin mudah untuk ditemukan di google. About me me

Terimakasih atas kunjungannya.

1 komentar:

Rismayanti Waris said...

sangat bermanfaat, izin copy ya...