Thursday, 13 December 2012

EFEK AGEs TERHADAP PERCEPATAN ATEROSKLEROSIS PADA DIABETES MELITUS

HUBUNGAN ANTARA  ADVANCED GLYCATION END PRODUCTS (AGEs) DAN INFLAMASI VASKULAR DENGAN PERCEPATAN PROSES ATEROSKLEROSIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS 


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia untuk saat ini. Pada tahun 2008 sedikitnya 17, 3 juta jiwa atau 30% kematian seluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (WHO, 2011), diantaranya ± 7,25 juta jiwa disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK) dan ± 6,15 juta jiwa oleh stroke dan penyakit serebrovaskuler yang lain (WHO, 2008). Penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler ini diantaranya disebabkan oleh adanya proses arterosklerosis (Waller, 2010).
Saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (Hansson, 2005; Libby 2002; Nilsson,2005).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 diberbagai penjuru dunia. Di indonesia  WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM  dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011)
Penyebab kematian dan kesakitan utama pada penderita diabetes (baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2) adalah penyakit kardiovaskuler. Penyulit mikroangiopati pada diabetes bermanifestasi sebagai arterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Penyebab aterosklerosis pada penderita DM tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemia serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis (ADA, 2012; Hayat et al, 2004).
Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan fungsi endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik pada penderita tipe 2 dan juga pada penderita DM tipe 1 terutama bila telah terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria. Disfungsi endotel juga dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien obese) atau yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita DM tipe 2 (toleransi glukosa terganggu) dan penderita diabetes gestasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa diabetes dapat mempengaruhi otot jantung secara independen selain melalui keterlibatan arterosklerosis dini arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung iskemik (ADA, 2012; Hayat et al, 2004).
Meskipun efek dari glukosa yang menimbulkan efek yang merugikan bagi seluler terjadi melalui berbagai mekanisme, namun jalur yang terpenting dalam patogenesis percepatan aterosklerosis pada diabetes adalah peningkatan reaksi glikasi non-enzimatik dari protein dan lipid yang ireversibel yang disebut dengan advanced glycation end products (AGEs) (Basta et al, 2004)

1.2  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah bertujuan untuk mengetahui hubungan antara advanced glycation end products (AGEs) dan inflamasi vaskular dengan percepatan proses aterosklerosis pada penderita diabetes melitus.



 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penebalan dan pengerasan arteri akibat terbentuknya plak yang tersusun dari sekumpulan lipoprotein, matriks ekstrasel seperti kolagen, proteoglikan dan glikosaminoglikan, kalsium, sel-sel otot polos, pembuluh darah baru. sel-sel radang terutama makrofag, limfosit T, mastosit dan sel dendritik (Vuster, 2007; Falk, 2012) Aterosklerosis dapat terjadi pada seluruh arteri, sehingga manifestasi klinis yang muncul tergantung pada sistem organ yang terkena. Pada sistem saraf pusat menimbulkan stroke, pada sirkulasi perifer menyababkan klaudikasio intermiten, pada sirkulasi splanknik menimbulkan iskemia mesenterika dan pada arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) yang menimbulkan infark miokard dan angina pectoris (Libby, 2008).
Pada saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon inflamasi kronis terhadap cedera pembuluh darah akibat dari berbagai sebab yang mengaktivasi atau mencederai endotel (Albertini et al, 2008). Arteri normal merupakan bentukan menyerupai tabung dengan bagian dalam yang tersusun dari lapisan endotel yang befungsi sebagai komponen antitrombotik dengan cara menghalangi makrofag yang beredar didalam aliran darah memasuki dinding pembuluh darah. Selain itu lapisan endotel juga merupakan organ autokrin dan parakrin yang mensintesa zat-zat anti peradangan, menjalankan fungsi mitogenik, kontraktil dan proses hemostasis. Nitric oxide (NO) merupakan salah satu zat yang bertanggungjawab dalam proses aterosklerosis. Disfungi endotel merupakan titik awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi endotel, yang lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai aktivasi endotel merupakan proses yang merupakan serentetan kejadian proses properadangan, proliferasi dan prokoagulasi,  ditandai dengan turunnya sintesa NO, sehingga menyebabkan lipoprotein dan monosit lebih mudah menembus dinding pembuluh darah yang kemudian akan mengalami oksidasi dan akumulasi di intima, proliferasi sel otot polos pembuluh darah, penimbunan matriks ekstraseluler dan konstriksi pembuluh darah (Vuster, 2007).
Hiperkolesterolemia memicu terjadinya akumulasi lipoprotein berdensitas rendah atau Low Density Lipoprotein (LDL) pada lapisan intima pembuluh darah. Partikel lipoprotein ini biasanya bergabung dengan matriks ekstraseluler pembuluh darah, terutama proteoglikan. Keluarnya lipoprotein ini dari aliran darah mengakibatkan lipoprotein terpisah dari zat-zat antioksidan di dalam plasma, sehingga mempermudah terjadinya proses modifikasi oksidatif. Lipoprotein yang teroksidasi ini dapat memicu terjadinya respon peradangan lokal sebagai akibat dari masuknya lipoprotein ke dalam dinding pembuluh darah, NF-kB dan Chemothactic Adhesion Molecule (CAM) akan teraktivasi sehingga aktivasi kedua zat ini akan mempermudah perlekatan pada reseptor adesi dan penembusan makrofag dan limfosit ke dinding pembuluh darah. Akumulasi lekosit ini merupakan karakteristik awal terbentuknya lesi aterosklerosis pada pembuluh darah. Jadi, proses peradangan sudah terlibat dalam proses pembentukan aterosklerosis sejak awal. Setelah menembus endotel makrofag dan limfosit akan bergerak menuju lapisan intima pembuluh darah. Pergerakan ini diduga tergantung pada adanya faktor-faktor chemoattractant meliputi partikel lipoprotein yang terksidasi dan sitokin sel peradangan misalnya interleukin -1 (IL-1) dan tumor necrosing factor (TNF-), chemokine macrophage chemoattractant protein-1 yang diproduksi oleh sel-sel dinding pembuluh darah sebagai respon terhadap adanya lipoprotein yang teroksidasi. Terdapat beberapa faktor peradangan yang terlibat dalam proses pembentukan ateroskleosis, seperti CRP, fibrinogen, IL-1b, IL-6 dan TNF-α. Sedangkan ekspresi E-Selectin dan VCAM-1 merupakan petanda awal terjadinya disfungsi endotel (Vuster, 2007; Libby, 2008).
Lekosit-lekosit ini dapat membelah diri dan memperbesar respon peradangan yang terjadi. Makrofag yang terdapat pada lesi ini kemudian akan memakan lemak yang terdapat pada lipoprotein sehingga sitoplasmanya berisi butir-butir lemak. Bentukan ini disebut dengan sel busa. Proses ini kemudian akan diikuti dengan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media pembuluh darah menuju tunika intima dan berakumulasi disana, sehingga memperbesar lesi yang terbentuk (Libby, 2008).


Gambar 1. Proses pembentukan aterosklerosis (dikutip dari Cefalu, 2006)

Saat ini diketahui bahwa aterosklerosis merupakan respon peradangan kronis terhadap kerusakan pembuluh darah akibat berbagai sebab yang mengaktivasi atau merusak endotel. Hal ini didasarkan pada hasil dari beberapa penelitian pada berbagai populasi yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar berbagai petanda peradangan, terutama C-reactive Protein (CRP). Risiko untuk mengalami kejadian klinis lebih tinggi pada pasien dengan peningkatan kadar CRP dan petanda peradangan yang lain misalnya ICAM-1, VCAM-1, E-selectin dan IL-6. Hasil dari berbagai penelitian ini kemudian menimbulkan dua pemikiran, yang pertama adalah bahwa aterosklerosis terjadi sebagai akibat dari adanya peradangan kronis dan yang kedua adalah sebaliknya, bahwa peradangan muncul akibat adanya aterosklerosis (Rudd et al, 2007).
Pada penderita Diabetes melitus (DM) terjadi percepatan proses aterosklerosis yang secara garis besar diterangkan pada gambar 2. Perbandingan aterektomi koroner pada subyek nondiabetik dan diabetik terjadi peningkatan prosentase dari total area yang ditempati oleh jaringan lipid-rich atheromatous dari 2%±1% ke 7%±2% (p=0.01) dan peningkatan insiden thrombus dari 40% ke 62% (p=0.04) untuk nondiabetik dan diabetik. Infiltrasi Makrofag meningkat mendekati 2 kali (p=0.003) pada subyek diabetik (Feener dan Dzau, 2006).


Gambar 2. Efek aterogenik pada diabetes ( dikutip dari Feener dan Dzau, 2006).

2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan golongan penyakit metabolik yang ditandai dengan gangguan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kombinasinya yang menimbulkan berbagai komplikasi kronis pada mata, ginjal saraf dan pembuluh darah. Gangguan regulasi metabolik pada DM menyebabkan perubahan fisiologi pada berbagai sistem organ. Gejala umum atau klasik adalah poliuria (sering kencing), polidipsia (rasa haus yang terus-menerus), kehilangan berat badan dan kadang-kadang polifagia (perasaan lapar yang berlebih). Kriteria diagnosis diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 1 (ADA, 2012).

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
HbA1c ≥ 6,5 %
Atau
Gula darah puasa ≥ 126 mg/dL. Puasa: tidak mengkonsumsi sumber kalori paling tidak selama 8 jam
Atau
Gula darah 2 jam ≥ 200 mg/dL pada uji toleransi gula secara oral
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu pengujian 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air
Atau
Gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan konsentrasi glukosa darah acak ≥ 200 mg/dL


2.3 Respon Inflamasi pada Penderita DM
Peradangan atau inflamasi terlibat pada semua tahap pembentukan aterosklerosis dan sudah diketahui sejak lama bahwa diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit peradangan yang melibatkan respon peradangan tipe cepat yang dimediasi oleh sitokin. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi pembentukan aerosklerosis yang cepat, diduga karena adanya pembentukan dan deposisi molekul advanced glycation end products (AGEs) yang merupakan hasil dari glikasi protein dan gula atau lipid akibat peningkatan kadar glukosa darah.  Reseptor AGE (RAGE) diekspresikan pada berbagai organ dan sel, termasuk sel endotel, sel otot polos vaskuler dan makrofag. Ikatan AGEs pada RAGE memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) intraseluler, yang selanjutnya akan mengaktivasi NF-κB, sehingga ekspresi berbagi sitokin juga akan meningkat, meliputi tumour necrosis factors (TNF-α dan TNF-β), interleukins (IL) 1, 6, 8 dan18 dan interferon-γ (Wright, 2006).
Peradangan yang terjadi setelah peningkatan akut glukosa darah ditandai dengan meningkatnya berbagai petanda peradangan, seperti high sensitivity C Reactive Protein  (hs-CRP), Interleukin-6 (IL-6), Tumor Necrosis Factor-α (TNF- α) dan Interleukin-18 (IL-18). Ekspresi β2-integrin Mac-1 pada netrofil juga diketahui mengalami peningkatan pada menit ke 120 setelah pemberian beban glukosa oral 75 gram, baik pada subyek normal, gangguan toleransi glukosa maupun yang sudah diketahui menderita diabetes. Penelitian lain menemukan bahwa setelah pemberian beban glukosa oral 75 gram sitokin-sitokin proinflamasi mencapai kadar puncaknya setelah 90 menit, yang pada subyek normal kadarnya kembali normal setelah 2 jam pemberian beban. Namun pada subyek dengan sindroma metabolik kadar TNF-α, ICAm-1 dan IL-6 masih meningkat secara signifikan (Node, K dan Inoue T, 2009).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemi akut meningkatkan risiko kardiovaskular melalui berbagai mekanisme pada tingkat jaringan, sel dan biokimia, menimbulkan stres oksidatif sehingga mengaktivasi protein  kinase-C (PKC), reseptor advanced glycated end product (RAGE), sehingga menyebabkan vasokonstriksi, aktivasi respon peradangan dan trombosis. Peradangan berperan penting dalam patogenesis PJK, dalam progresivitas pembentukan plak, maupun dalam proses ruptur plak dan pembentukan trombus. Proses peradangan dapat dianggap sebagai jembatan antara anterosklerosis dan trombosis. Pada kondisi normal, endotel mempunyai mekanisme antiaterogenesis dengan cara mensekresikan anitrombotik dan substansi vasoaktif. Apabila terjadi disfungsi endotel maka sekresi substansi-substansi-substansi ini berkurang, sehingga meningkatkan permeabilitas lipid yang beredar di sirkulasi untuk menembus ruang subendotel, ditambah dengan meningkatnya ekspresi protein-protein adesif dari golongan selektin, maka monosit dan T limfosit yang beredar di sirkulasi juga mudah menembus endotel ke ruang subendotel. Respon peradangan yang berkelanjutan menstimulasi migrasi dan proliferasi sel otot polos yang terakumulasi di sekitar area peradangan sehigga menyebabkan penebalan dinding arteri, selain itu respon peradangan juga meningkatkan transfer lipoprotein melalui endotel (Maroon et al, 2012)
Sebagai respon dari aktivasi berbagai sitokin pada respon peradangan seperti IL-1 dan IL-6, hepatosit memproduksi C-Reaktif Protein (CRP). CRP ini kemudian dapat meningkatkan ekspresi molekul adesi, meningkatkan ekspresi palsminogen activator inhibitor 1, menurunkan bioavailabilitas nitric oxide (NO) dan meningkatkan pengambilan Low-density lipoprotein oleh makrofag. Pada plak ateroma CRP dapat ditemukan pada cap plak dengan cara pengecatan imunohistokimia, sehingga semakin mengeaskan konsep bahwa peradangan berperan penting dalam pembentukan plak dan instabilitasnya (Klein, 2007)

2.4 Disfungsi Endotel pada Pasien DM
            Disfungsi endotel pada pasien DM berhubungan dengan resistensi insulin, menunjukkan peranannya sebagai penyebab awal perkembangan terjadinya aterosklerosis (early atherosclerotic cardiovascular disease). Adanya disfungsi endotel dapat diukur dengan mendeteksi kadar endhotelial soluble adhesion molecules di sirkulasi darah. Rangsangan proinflamasi tertentu dapat menimbulkan ekspresi molekul-molekul adhesi seperti E-Selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), dan vascular cell adhesionmolecules-1  (VCAM-1) pada permukaan sel-sel endotel (Song et al, 2007).  ICAM-1 dan VCAM-1 berhubungan dengan molekul yang termasuk dalam golongan imunoglobulin. Molekul-molekul ini merupakan ligand untuk integritas leukosit dan digunakan untuk menstabilisasi perlekatan leukosit pada dinding endotel dan terlibat dalam interaksi seluler di jaringan (Albertini et al, 2008)
            VCAM-1 diduga hanya diekspresikan di dalam sel-sel endotel, tetapi ternyata juga ditemukan pada sel-sel dendritik, makrofag jaringan, dan sel-sel epitel tubulus ginjal. Disisi lain, E-Selectin (CD62E) hanya ditemukan pada sel endotel yang teraktivasi, sehingga hal ini berbeda dengan molekul adhesi yang lain. Sel endotel melepaskan E-Selectin setelah terjadinya aktivasi invitro. Interaksi antara E-Selectin dan VCAM-1 beserta ligand-ligandnya mendasari perpindahan sel-sel leukosit pada dinding pembuluh darah yang mengalami proses inflamasi (Albertini et al, 2008; Song et al, 2007).
            Bentuk terlarut dari E-Selectin dan VCAM-1 dapat ditemukan dalam darah orang normal. Beberapa dari marker ini meningkat secara signifikan pada pasien-pasien yang mengalami suatu inflamasi, seperti pada penyakit diabetes melitus (DM) dan keganasan. Aktivasi jalur AGEs (Advance Glycation End Products) pada DM telah menunjukkan terjadinya peningkatan ekspresi E-Selectin dan VCAM-1 (Albertini et al, 2008).
Hiperglikemi, peningkatan asam lemak bebas, dislipidemi, dan resistensi insulin yang akan meningkatkan produksi ROS, AGEs, dan mengaktifasi protein kinase C (PKC), menurunkan bioavailabilitas dari NO dan menurunkan potensi vasodilatasi, antiinflamasi, dan efek antitrombotik. Sehingga terjadi penurunan fungsi endotel dan vasokonstriksi, inflamasi, dan trombosis. Penurunan NO dan peningkatan endothelin-1 (ET-1) dan konsentrasi angiotensin II (AT II) akan meningkatkan permeabilitas vaskuler dan terjadi pertumbuhan dan migrasi sel otot polos vaskuler (Gambar 3).


Gambar 3. Disfungsi endotel pada diabetes mellitus (dikutip dari Beckman et al., 2012).
Aktivasi dari transkripsi nuclear factor-kB (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1) memicu pengeluaran dari leukocyte-attracting chemokines, produksi sitokin inflamasi, dan ekspresi cell adhesion molecules. Penurunan NO dan prostasiklin mengaktifkan platelet bersamaan dengan peningkatan plasmin activator inhibitor-1 (PAI-1) dan tissue factor (TF) sehingga terjadi keadaan protrombotik (Beckman et al., 2012).  Interaksi dari AGEs dengan makrofag memicu dikeluarkannya platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan sitokin proinflamasi seperti IL-1β and TNF-α (Basta et al.,2004).
Disfungsi endotel yang mengawali lesi aterosklerosis pada penderita diabetes mellitus dapat terjadi akibat :
1. Hiperglikemi
Hiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain (Beckman et al., 2012; Makimattila et al, 1996):
a.         Hiperglikemi kronik yang menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskuler dan mengganggu reaktivitas serebrovaskuler akibat gangguan NO dan prostaglandin
b.        Hiperglikemi  meningkatkan  aktivasi  PKC  intraseluler  sehingga  akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.
c.         Over ekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
d.        Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
e.         Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemi akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik.  Peningkatan kadar asam lemak  bebas dan keadaan hiperglikemi dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
f.         Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombik dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Disamping itu DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparinsulfat.
g.        Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan overstimulasi dari  sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel

2. Resistensi insulin
Beberapa tahun yang lalu, Jialal dan kawan-kawan menemukan  adanya  reseptor terhadap insulin yaitu IGF-I dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar dan kecil dengan karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Para peneliti ini menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel endotel terbukti berperan secara fisiologik dalam komplikasi vaskuler yang terjadi pada diabetes (Jialal et al, 1985).
Defisiensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total proteinkinase C (PKC) dan diacylglycerol (DAG). Insulin mempunyai efek langsung pada jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap jaringan pembuluh darah dari obese Zucker rat didapatkan adanya resistensi terhadap sinyal PI3-kinase. Temuan ini membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah (Jiang et al, 1999).

3. Hiperamilinemi
Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP) merupakan polipeptida yang mempunyai 37 gugus asam amino, disintesis dan disekresi oleh sel-sel beta pankreas bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan hiperinsulinemi akan disertai dengan hiperamilinemi dan sebaliknya bila terjadi penurunan kadar insulin akan disertai pula dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan hiperamilinemi dapat menyertai keadaan resistensi insulin / sindrom metabolik dan DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis (penumpukan endapan amilin) didalam islet  diduga berhubungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin dan DM tipe 2. Sebaliknya , penumpukan endapan amilin didalam sel-sel beta pankreas akan menurunkan fungsinya dalam mensekresi insulin. Sakuraba dan kawan-kawan baru-baru ini mendapatkan bahwa pada penderita DM tipe 2, peningkatan stress oksidatif berhubungan dengan peningkatan pembentukan IAPP didalam sel-sel beta pancreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi SOD yang menyertai pembentukan IAPP dan penurunan massa sel beta. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stress oksidatif dengan pembentukan IAPP, penurunan massa dan densitas sel-sel beta pancreas. Amilin juga dapat merangsang lipolisis dan merupakan salah satu mediator terjadinya resistensi insulin. Baru-baru ini ditemukan pula amylin binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat mengaktivasi RAAS dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan aldosterone. Janson dan kawan-kawan mendapatkan adanya partikel2 amyloid (intermediate sized toxic amyloid particles = ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel beta pancreas yang dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak membran sel (Hayden et al, 2001).

4. Inflamasi
Dalam beberapa tahun terakhir , terbukti bahwa inflamasi tidak hanya menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskuler akut, tetapi juga merupakan penyebab utama dalam  proses terjadi dan progresivitas aterosklerosis. Berbagai pertanda inflamasi telah ditemukan didalam lesi  aterosklerosis, antara lain sitokin dan  growth factors  yang dilepaskan oleh makrofag  dan  T cells.  Sitokin akan meningkatkan sintesis  Platelet activating Factor, merangsang lipolisis, ekspresi molekul-molekul adhesi dan up regulasi sintesis serta ekspresi aktivitas prokoagulan didalam sel-sel endotel (Albertini et al, 2008; Song et al, 2007).

5. Trombosis / Fibrinolisis
 Diabetes  akan  disertai  dengan  keadaan  protrombotik  yaitu perubahan-perubahan proses  trombosis  dan  fibrinolisis. Kelainan  ini disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2. Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada penderita DM tipe 1. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas factor VII dan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan urokinase dan meningkatkan aggregasi platelet. Penyebab peningkatan fibrinogen diduga karena meningkatnya aktivitas factor VII yang berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat efek langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones menyokong hipotesis adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya over ekspresi PAI-1.Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis tidak hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh darah, melainkan juga disertai penurunan ekspresi urokinase didalam dinding pembuluh darah dan plak aterosklerosis. Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan aktivasi sel T dan makrofag akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat terjadinya sindrom koroner akut. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan hiperkoagulasi pada penderita diabetes dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih lanjut (Nordt et al, 1993).

6. Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stress oksidatif umum terjadi pada resistensi nsulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai "lipid triad", meliputi :
a.    Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida
b.    Penurunan kadar HDL cholesterol
c.    Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.
Peningkatan kadar VLDL, trigliserida dan small dense LDL serta penurunan kadar kolesterol HDL yang bersifat anti-aterogenik, anti oksidan dan anti inflamasi akan mengurangi cadangan anti oksidan alamiah. Lipoprotein mempunyai fungsi mengangkut  lipid ke seluruh tubuh, dimana LDL terutama berperan dalam transpor apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam transpor trigliserida yang mengandung  Apo E, sedangkan HDL berperan dalam mengangkut kembali kolesterol yang mengandung anti inflamasi dan anti oksidan alamiah yaitu Apo A. Molekul-molekul protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi karena proses oksidasi, glikosilasi dan glikooksidasi dengan hasil akhir akan terjadi peningkatan  stress  oksidatif   dan   terbentuknya   ROS.   Disamping   itu   modified

lipoprotein akan mengalami retensi didalam tunika intima yang memicu terjadinya aterogenesis (Watts et al, 1998).

7. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin/ sindrom metabolik dan sering menyertai DM tipe 2. Pada penderita DM tipe 1 hipertensi dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan mikroalbuminuri. Adanya hipertensi akan memperberat disfungsi endotel dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hipertensi disertai dengan peningkatan stress oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal, yang selanjutnya akan memediasi terjadinya kerusakan vaskuler akibat aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas Super Oxide Dismutase. Sebaliknya glukotoksisitas akan menyebabkan peningkatan aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Penelitian terbaru mendapatkan adanya peningkatan kadar amilin (hiperamilinemia) pada individu yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi dan dengan resistensi insulin (McFarlane et al, 1999)

2.5 Advance Glycation End Products (AGEs)
AGEs pertama kali diidentifikasi pada makanan yang dimasak sebagai produk akhir dari reaksi non-enzimatik antara gula dan protein yang disebut reaksi Maillard. Sejak adanya penemuan bahwa reaksi ini juga terjadi didalam tubuh, maka AGEs memainkan peran dalam patofisiologi dalam berbagai penyakit. AGEs terakumulasi dalam tubuh manusia seiring dengan peningkatan usia. Serta AGEs meningkat secara signifikan pada penderita DM.
Tahap awal reaksi Maillard atau yang dikenal juga dengan glycation yaitu glukosa bereaksi dengan kelompok protein amino (NH2) membentuk schiff-base (Gambar 4 dan Gambar 5). Reaksi ini terjadi cepat dan reversibel, tergantung pada konsentrasi subtrat. Schiff-base kemudian mengkonversi menjadi ketoamine yang disebut produk amadori yang lebih stabil (misalnya HbA1c). Gugus karbonil reaktif  bebas  dari produk amadori ini yang bertanggung jawab untuk beberapa konsekuensi biologis glikasi. Selain itu, produk amadori dapat didegradasi menjadi berbagai senyawa karbonil lainnya yang sangat reaktif seperti 3-deoxy-glucosone yang dapat bereaksi lagi dengan kelompok amino bebas untuk membentuk produk intermediate glycation dimana produk intermediate ini berkontribusi terhadap pembentukan AGEs meliputi dicarbonyl intermediates seperti 3-deoxy-glucosone, glyoxal dan methyl-glyoxal. Glyoxal dan methyl-glyoxal dapat dibentuk oleh glucose autooxidation dan produk glikolipid. Produk-produk glikasi awal dan intermediate perlahan menjalani serangkaian kompleks penyusunan ulang kimia lebih lanjut, untuk menghasilkan senyawa AGEs yang stabil dan irreversibel, dengan kecenderungan untuk memicu ROS dan berinteraksi dengan struktur permukaan sel tertentu. AGEs terdiri dari sejumlah besar struktur kimia termasuk 2-(2-furoyl)-4(5)-furanyl- 1H-imidazole (FFI), 1-alkyl-2-formyl-3,4-diglycosyl pyrroles (AFGPs), N-q-carboxy-methyl-lysine (CML), pyrraline dan  pentosidine. Studi biokimia dan imunohistokimia menunjukkan bahwa CML merupakan AGEs utama yang terakumulasi in vivo (Basta et al.,2004; Huebschmann et al., 2006; J.W.L. Hartog et al, 2007; Ryoji et al, 2012).



Gambar 4. Waktu dalam proses Reaksi Maillard (dikutip dari J.W.L. Hartog et al, 2007).

Fraksi baru dari total AGEs dengan efek yang relevan tidak hanya pada struktur dan fungsi protein namun juga sebagai mediator respon biologis telah ditandai dlam jaringan. Senyawa ini meliputi (1) imidazolone yang dibentuk oleh reaksi 3-deoxy-glucosone dan residu arginine dalam protein,(2) N-ε-carboxyethyl-lysine, sebuah analog CML yang dibentuk oleh reaksi dari methyl-glyoxal dengan lysine,(3) glyoxal-lysine dimer (GOLD), (4) methyl-glyoxal-lysine dimer (MOLD), merupakan imidazolium cross-links yang dibentuk oleh reaksi glyoxal atau methyl-glyoxal dengan residu lysine dalam protein. Selain itu, adanya myeloperoxidase sel darah putih dapat meningkatkan  pembentukan glycolaldehyde dan 2-hydroxy-propanal dari serine dan threonine, bahkan tanpa adanya gula, menunjukkan peran AGEs dalam inflamasi (Basta et al.,2004).


Gambar 5. Pathway pada pembentukan advanced glycation end products (AGEs) (dikutip dari Basta et al., 2004)



Mekanisne alternatif pembentukan AGEs termasuk carbonyl stress pathway dimana oksidasi dari gula dan atau lemak membentuk senyawa dicarbonyl intermediate yang menggunakan grup karbonil reaktif untuk berikatan dengan asam amino dan terbentuk AGEs (Gambar 6). Mekanisme yang lain adalah melalui aldose reductase–mediated polyol pathway (Huebschmann et al., 2006).


Gambar 6.  Mekanisme pembentukan AGEs (dikutip dari Huebschmann et al., 2006).

  
Advanced glycation end products membuat kerusakan pada sel melalui jalur dari reseptor AGEs (RAGE) dan melalui reactive oxygen species (ROS) intrasel serta proses timbal balik AGEs dengan ROS yang akan menghasilkan salah satu dari keduanya (Gambar 7). ROS mengaktifkan signaling pathway berupa mitogen-activated protein kinase (MAPK), protein kinase C (PKC), Janus kinase/signal transducer (JAK/STAT) dan aktivator dari transkripsi, yang berefek pada pengeluaran sitokin proinflamasi dan profibrotik (Uribarri dan Tuttle , 2006).


Gambar 7. Jalur kerusakan sel akibat AGE (dikutip dari Uribarri dan Tuttle , 2006).

2.6 Cara AGEs Mendorong Terjadinya Aterosklerosis
Pada pasien DM tipe 2 dengan penyakit jantung koroner terjadi peningkatan AGEs dan CML. Analisa imunohistokimia dari lesi aterosklerosis pada manusia dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-AGE telah menunjukkan diposis AGEs secara difuse baik ekstraseluler maupun intraseluler pada makrofag dan sel otot polos pembuluh darah. Konsentrasi AGEs berkorelasi dengan tingkat keparahan lesi ateroskeloris dan juga dengan akumulasi protein plasma, lipoprotein dan lipid pada dinding pembuluh darah (Basta et al.,2004).
AGEs dapat sangat merugikan bagi integritas dan fungsi dinding pembuluh darah dalam beberapa cara. Salah satu kemungkinannya yaitu murni pada disfungsi mekanis akibat jembatan silang yang dibentuk oleh AGEs dengan makromolekul dinding pembuluh darah. Kedua, akumulasi AGEs dapat menyebabkan sirkulasi adhere dinding pembuluh darah. Ketiga, kerusakan nonmekanis akibat gangguan fungsi selular melalui ikatan berbagai reseptor yang telah diidentifikasi pada berbagai tipe sel, termasuk makrofag, sel endotel, sel otot polos, sel ginjal dan saraf. AGEs dapat mempercepat proses aterosklerosis melalui dua mekanisme umum yang dapat diklasifikasikan sebagai non-receptor-dependent (Tabel 2) dan receptor- mediated (Tabel 3) (Basta et al.,2004).

Tabel 2. Efek Non-receptor-mediated dari AGEs pada Aterogenesis (dikutip dari Basta et al.,2004)
Extracellular matrix
Collagen cross-linking and high resistance to collagenases
Enhanced synthesis of extracellular matrix components
Decreased polymer self-assembly of laminin and impairment of binding to
        type-IV collagen, and heparan sulfate proteoglycans
Quenching of nitric oxide by collagen-linked AGEs
Trapping of LDL and IgG in the subendothelium
Lipoprotein modifications
Reduced AGE–LDL recognition by cellular LDL receptor
Increased LDL susceptibility to oxidative modifications

Tabel 3. Efek Receptor-mediated dari AGEs pada Aterogenesis (dikutip dari Basta et al.,2004)
Mononuclear phagocytes
Induction of PDGF, IGF-1, IL-1 ß and TNF-α
Chemotaxis by soluble AGEs
Apoptaxis by immobilized AGEs
Increased macrophage uptake of AGE–LDL
Smooth muscle cells
Increased proliferative activity
Increased production of fibronectin
Endothelial cells
Increased permeability
Increased intracellular oxidative stress
Induction of endothelin-1 and increased vasoconstriction
Reduction of thrombomodulin expression and induction of tissue factor
           expression
Increased expression of adhesion molecules




Gambar 8. Efek  AGEs melalui aktivitasi RAGE (dikutip dari J.W.L. Hartog et al, 2007).

2.7 Resptor Advance Glycation End Products (RAGE)
Pada saat ini reseptor sel permukaan yang mengenali AGEs yaitu RAGE, macrophage scavenger receptor class A (SR-A), SR-B (SR-B1 and CD36), lectin-like oxidized low density lipoprotein receptor-1 (LOX-1), galectin-3 complex, fasciclin , epidermal growth factor (EGF)-like, laminin-type EGF-like dan link domain-containing scavenger receptors-1 and -2 (FEEL-1 and -2), megalin, serta toll-like receptor 4 (TLR4) (Gambar 9).
RAGE dan TLR4 keduanya diyakini sebagai reseptor yang bertanggung jawab untuk transduksi sinyal intraseluler. RAGE adalah tipe 1 protein transmembran yang termasuk dalam super famili immunoglobulin, dimana RAGE merupakan reseptor multiligand yang tidak hanya mengenali AGEs tetapi juga advanced oxidation protein products (AOPPs) akibat stress oksidatif, amyloid beta yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, highmobility group box-1 (HMGB-1) yang terkait dengan metastase kanker dan inflamasi, mediator inflamasi protein S100 yang disekresi oleh sel-sel imun, Mac1/CD11b pada sel permukaan dari  sel darah putih, lipopolisakarida dari komponen membran bakteri, complement C3a, dan  phosphatidylserine pada sel apoptosis (Ryoji, 2012).
Sebuah jalur sinyal intraseslular yang khas untuk RAGE adalah melibatkan pembentukan stres oksidasi intraseluler dan aktivasi  faktor transkripsi NFκB (Ryoji, 2012. RAGE secara fungsional terlibat dalam  perkembangan komplikasi vaskuler pada diabetes terbukti pada penelitian terhadap tikus transgenik diabetes terjadi ekspresi yang berlebihan dari RAGE pada sel vaskular yang telah menunjukkan adanya percepatan diabetes nefropati pada tikus model ini. Dan pada model tikus diabetes dengan gen RAGE yang dirusak menunjukkan hasil nefropati yang diperbaiki (Myint et al, 2006).


Gambar 9. Reseptor AGEs (dikutip dari Ryoji, 2012)



BAB III
KESIMPULAN

Aterosklerosis merupakan respon peradangan kronis terhadap kerusakan pembuluh darah akibat berbagai sebab yang mengaktivasi atau merusak endotel dimana terjadi penebalan dan pengerasan arteri akibat terbentuknya plak yang tersusun dari sekumpulan lipoprotein, matriks ekstrasel seperti kolagen, proteoglikan dan glikosaminoglikan, kalsium, sel-sel otot polos, pembuluh darah baru, sel-sel radang terutama makrofag, limfosit T, mastosit dan sel dendritik
Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi pembentukan aerosklerosis yang cepat, diduga karena adanya pembentukan dan deposisi molekul advanced glycation end products (AGEs) yang merupakan hasil dari glikasi protein dan glukosa atau lipid akibat peningkatan kadar glukosa darah. AGEs dapat mempercepat proses aterosklerosis melalui dua mekanisme umum yang dapat diklasifikasikan sebagai non-receptor-dependent dan receptor- mediated.
AGEs dapat mengubah homeostasis dinding pembuluh darah secara proaterogenik melalui beberapa mekanisme: perubahan permeabilitas matriks ekstraseluler, pelepasan sitokin inflamasi dan faktor pertumbuhan, perubahan sifat antitrombik endothelium serta peningkatan ekspresi molekul adhesi dan kemokin pada sel vaskular. Sekali dimulai, maka proses peradangan kronis ini akan terjadi pada pembuluh darah dimana terdapat migrasi dan aktivasi sel-sel inflamasi yang sebagian besar adalah mononuklear fagosit dan T sel yang menginfiltrasi ke dinding pembuluh darah. Proses ini akan memicu terus-menerus siklus cideranya sell dan disfungsi endothel sebagian melalui ligand RAGE.
 Reseptor AGE (RAGE) diekspresikan pada berbagai organ dan sel, termasuk sel endotel, sel otot polos vaskuler dan makrofag. Ikatan AGEs pada RAGE memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) intraseluler, yang selanjutnya akan mengaktivasi NF-κB, sehingga ekspresi berbagi sitokin juga akan meningkat, meliputi tumour necrosis factors (TNF-α dan TNF-β), interleukins (IL) 1, 6, 8 dan18 dan interferon-γ


DAFTAR PUSTAKA

  1. American Diabetes Association. 2012. Standards of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, 2012
  2. Albertini,JP, Valensi,P, Lormeau,B, Aurousseau, MH, Ferriere, F, Attal, JR, dkk. Elevated concentration of soluble E-Selectin and Vascular Cell Adhesion Molecule-1 in NIDDM. Diabetes Care J 2008:21(6);1008-12.
  3. Basta et al. 2004. Advanced Glycation End Products and Vascular Inflammation: Implications for Accelerated AtherosclerosisiIn Diabetes. Cardiovascular Research 63 : 582– 592.
  4. Beckman JA, Libby P, Creager MA, 2012. Diabetes Mellitus, the Metabolic Syndrome, and Atherosclerotic Vascular Disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP (eds). BRAUNWALD'S Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine, 9th ed.
  5. Cefalu, W.T. 2006. Cardiovascular Disease in Type 2 Diabetes: From Research to Clinical Practice. www.medscape.org (Online). Diakses tanggal 20 Oktober 2012.
  6. Falk, E. 2012. Atherothrombosis: Role of Inflammation: Introduction dalam Hurst’s The Heart 13th edition. New York: Mc Graw-Hill company.
  7. Feener EP and Dzau VJ, 2006. Pathogenesis of Cardiovascular Disease in Diabetes. In Kahn CR, Weir GC, King GL, Jacobson AM, Moses AC, Smith RJ,(eds). Joslin’s Diabetes Mellitus,14th ed
  8. Hansson GK. 2005. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease. N Engl J Med 352:1685–1695
  9. Hayat et al. Diabetic Cardiomyopathy: Mechanisms, Diagnosis and Treatment. Clinical Science 2004; 107, 539–557
  10. Hayden et al"A" is for Amylin and Amyloid in Type 2 Diabetes Mellitus. J Pancreas. 2001; 2:124-39. www.joplink.net (Online). Diakses tanggal 19 Oktober 2012.
  11. Huebschmann AG, Regensteiner JG, Vlassara H, Reusch JEB, 2006. Diabetes and Advanced Glycoxidation End Products. Diabetes Care, 29: 1420
  12. Jialal et al. Characterization of  the Receptors for Insulin and the Insulin-Like Growth Factors on Micro- and Macrovascular Tissues. Endocrinology 1985;117:1222
  13. Jiang et al. Characterization of Selective Resistance to Insulin Signaling In the Vasculature of Obese Zucker Rats. JClin Invest 1999;104:447
  14. J.W.L. Hartog et al. Advanced Glycation End-Products (AGEs) and Heart Failure: Pathophysiology and Clinical Implications. European Journal of Heart Failure 9. 2007;1146
  15. Klein L. Textbook of Cardiovascular Medicine, 3rd Edition (ed) dalam E.J Topol. 2007. Ohio: Lippincott Williams & 
  16. Libby P. 2002 .Inflammation in Atherosclerosis. Nature. 420:868
  17. Libby, J. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition (eds) dalam A.S Fauci (et al). New York: Mc Graw-Hill
  18. Makimattila et alChronic Hyperglycemia Impairs Endothelial Function  and Insulin Sensitivity  via Different Mechanisms in Insulin-Dependent Diabetes Mellitus. Circulation 1996; 94:1276
  19. Maroon, D.J et al. 2012. Hurst’s: the Heart 13th ed. (eds) dalam V. Fuster (et all). Mc Graw-Hill 
  20. McFarlane et al. Angiotensin Converting Enzyme Inhibition and Arterial Endothelial Function in Adults With Type 1 Diabetes Mellitus. DiabetMed 1999; 16:62
  21. Myint et al: RAGE control of diabetic nephropathy in a mouse model: effects of RAGE gene disruption and administration of low-molecular weight heparin. Diabetes. 2006;55(9):2510
  22. Nilsson J, Hansson GK, Shah PK. 2005. Immunomodulation of Atherosclerosis:Implications for Vaccine Development. Arterioscler Thromb Vasc Biol 25:18
  23. Node, K dan Inoue T. Post Prandial Hyperglycemia as an Etiological Factor in Vascular Failure. 2009. Cardiovascular Diabetology 2009. www.cardiab.com. (Online). Diakses tanggal 20 Oktober 2012
  24. Nordt et al. Augmentation of Synthesis of Plasminogen Activator Inhibitor Type-1 in Arterial Endothelial Cells by Glucose and Its Implications for Local Fibrinolysis. Arterioscler Thromb 1993;13:1822–1828.
  25. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta. PB PERKENI.
  26. Rudd, J.H.F, J.R Davies, dan Peter L. Weissberg. 2007. Textbook of Cardiovascular Medicine, 3rd Edition (eds) dalam E.J Topol. Ohio: Lippincott Williams & Wilkin
  27. Ryoji et al. Advanced Glycation End Products and Their Receptors as Risk Factors for Aging. Anti-Aging Medicine 9 (4) 2012:108-113. Song et al. Circulating Levels of Endothelial Adhesion Molecules and Risk of Diabetes in an Ethnically Diverse Cohort of Women. Am Diabetes Ass J 2007:56;1898-1905.
  28. Tong, P. 2010. Post-prandial Hyperglycaemia & Cardiovascular Disease: An Endocrinologist's Perspective. The Hongkong Medical Diary vol. 15 no. 1 Desember 2011. www.fmshk.org (Online). Diakses tanggal 20 Oktober 2012.
  29. Ungvari ZI, Orosz Z, Labinskyy N, Rivera A, Xiangmin Z, Smith KE, Csiszar A. 2007. Increased Mitochondrial H2O2 Production Promotes Endothelial NF-Kb Activation in Aged Rat Arteries. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 293:H37–H47.
  30. Uribarri J and Tuttle KR, 2006. Advanced Glycation End Products and Nephrotoxicity of High-Protein Diets. Clin J Am Soc Nephrol 1: 1293–1299.
  31. Vuster, F. 2007. Cecil Medicine 23rd edition (eds) dalam L Goldmann (et al). Philladelphia: Saunders Elsevier
  32. Waller BF. Hurst’s: the Heart 13th ed. (eds) dalam V. Fuster (et all). 2010. Mc Graw-Hill company
  33.  Watts et al. Dyslipoproteinaemia and Hyperoxidative Stress in the Pathogenesis of Endothelial DysfunctioniIn Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus: a Hypothesis. Atherosclerosis 1998;141:17–30.
  34. Wright, E, J.L Bacon dan L.C Glass. 2006. Oxidative Stress in Type 2 Diabetes: The Role of Fasting and Postprandial Glycaemia. Int J Clin Pract. 2006 March; 60(3): 308–314. www.ncbi.nlm.nih.gov (Online). Diakses tanggal 20 Oktober 2012



INDRA WSPosted By INDRA WS

Jika artikel ini bermanfaat bagi anda jangan lupa klik g +1 agar blog ini semakin mudah untuk ditemukan di google. About me me

Terimakasih atas kunjungannya.

1 komentar:

Unknown said...

alhamduliah, dapat ilmu lagi, semoga bermanfaat dan berkah ya gan :)

http://obatherbal07.com/obat-herbal-aterosklerosis/